REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik merilis data indeks demokrasi indonesia tahun 2015, Rabu (3/8). Hasilnya adalah indikator kebebasan berkeyakinan mengalami penurunan kualitas dari tahun sebelumnya. Salah satu variabel yang memberikan pengaruh yakni kasus intoleransi yang meningkat selama 2015.
Salah satu peneliti BPS, Musdah Mulia mengatakan pada 2015 tren kebebasan berkeyakinan memang menurun. Setelah melakukan penelitian, banyak kasus intoleransi yang terjadi di lapangan.
Salah satunya adalah indikator ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait ajaran agama. Jika sebelumnya pada 2014 negara mendapatkan skor 89,39 maka tahun 2015 hanya mendapatkan skor 80,15.
"Trendnya memang menurun. Tapi memang banyak kasus terjadi bukan antara aparat dengan masyarakat, tetapi antar masyarakat dengan masyarakat," ujar Musdah di gedung BPS, Rabu (3/8).
Selain itu, pada indikator aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya juga menurun. Ini artinya, di beberapa daerah masih ada pemerintah daerah yang memaksakan kepercayaan mayoritas untuk dijadikan aturan bersama.
Hal ini didukung dengan adanya tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat untuk menjalankan ajaran agamanya. Pada indikator ini, di tahun 2015 memang menurun dengan skor 80,79 yang artinya ada banyak pemaksaan yang dilakukan pemerintah.
"Ini perlu jadi perhatian pemerintah. Meski sedikit penurunannya, namun hal tersebut bisa menjadi perhatian pemerintah dalam membuat kebijakan," ujar Musdah.