Selasa 02 Aug 2016 00:48 WIB

Cegah Konflik, Tokoh Agama Diminta Intensifkan Komunikasi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak.
Foto: Antara
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatra Utara, seharusnya tidak terjadi apabila para tokoh agama melakukan komunikasi intensif. Sebaliknya, para tokoh agama diduga kurang melakukan dialog intensif sehingga terjadilah keributan tersebut.

"Tokoh agama di sana mungkin tidak melakukan komunikasi lebih intens, maka terjadilah keributan," kata anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni kepada Republika.co.id, Senin (1/8).

Politikus dari Partai Nasdem tersebut mengatakan pemerintah sudah sebegitu baik berupaya mengamankan situasi dan kondisi terkait kehidupan beragama masyarakat secara nasional. Namun tak dapat dipungkiri, ada lokasi-lokasi yang tidak terjamah oleh pemerintah pusat. Untuk wilayah-wilayah tersebut, pemerintah pusat memerlukan bantuan dari pihak setempat.

"Ini menjadi tolak ukur bahwa setiap wilayah harus menjadi tempat untuk berkomunikasi dan menjamin keamanan setiap warganya," kata Sahroni.

Kerusuhan yang terjadi Jumat (29/7) merupakan pertama kalinya terjadi di Tanjung  Balai yang melibatkan antarpemeluk agama. Sahroni berharap ini adalah terakhir kalinya kerusuhan tersebut terjadi.

Seperti diberitakan sebelumnya, aksi pengrusakan sejumlah tempat ibadah terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatra Utara. Aksi ini dilakukan sejumlah pemuda pada Jumat (29/7) malam sekitar pukul 23.00 WIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement