REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan surat permohonan grasi dari terpidana mati Merry Utami belum diterima Presiden Jokowi.
Merry Utami merupakan pekerja migran yang dijatuhi hukuman mati dengan tuduhan memiliki 1,1 kilogram heroin pada 2001.
"Sampai hari ini suratnya belum ada," kata Pramono di kantornya, Jumat (29/7).
Pramono menjelaskan, surat yang ditujukan ke presiden biasanya memiliki tembusan ke Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. Karenanya, kata Pramono, bila surat itu sudah ada, ia pasti tahu,
"Mungkin dalam proses ya. Kebetulan kalau saya pribadi sampai sekarang belum tahu," ujarnya.
Sementara itu, Pramono juga mengakui ada surat dari Presiden ke-3 RI BJ Habibie yang ditujukan ke Presiden Jokowi. Melalui surat itu, Habibie meminta Jokowi meninjau kembali putusan eksekusi mati terhadap terpidana mati berkebangsaan Pakistan, Zuklfiqar Ali.
Habibie meyakini Zulfiqar merupakan korban sehingga tak layak dihukum mati. Meski mengakui surat dari Habibie tersebut telah sampai ke Presiden, Pramono tidak menjawab secara lugas apakah hal itu yang menjadi pertimbangan sehingga eksekusi terhadap Zulfiqar ditangguhkan.
"Beliau (Presiden) sudah mengetahi hal tersebut. Tapi kan kewenangan ada di Jaksa Agung," ucapnya.