Kamis 28 Jul 2016 18:04 WIB

Pengamat: Tidak Adil Jika Koruptor tak Dipenjara

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemerintah yang akan mengkaji kebijakan agar para koruptor tak perlu menjalani hukuman penjara mendapat kritikan dari banyak kalangan.

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai wacana ini justru bentuk ketidakadilan terhadap masyarakat.

"Tidak adil. Orang mencuri di rumah warga saja dipenjara, masa koruptor tidak dihukum. Hukuman penjara masih perlu dilakukan," tegasnya, Kamis (28/7).

Menurutnya para koruptor tak hanya harus menjalani hukuman penjara, namun juga harus dimiskinkan dengan menyita harta mereka.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperluas tanggung jawab pidana terhadap orang yang turut menikmati korupsi dan tidak diperbolehkan diberikan remisi.

"Saya tidak setuju jika dimiskinkan saja. Untuk keadilan dalam perlakukan negara," ujarnya.

Asep juga mengusulkan, agar para koruptor yang dipenjara dapat diberdayakan untuk memberikan pengetahuan yang dimilikinya kepada warga binaan lainnya. Sehingga, selain memberikan efek jera bagi para koruptor, dapat juga memberikan manfaat bagi warga binaan.

Sebelumnya, saat menjabat sebagai Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan mengatakan pemerintah mengkaji kebijakan agar koruptor tak dihukum penjara. Alasannya, penjara akan semakin penuh jika koruptor dipenjara.

"Kalau dia (koruptor) terbukti merugikan negara, kita bisa hukum dengan mengembalikan uang negara, ditambah penalti dan pemecatan dari jabatannya. Kalau masuk penjara, penjara kita bisa penuh nanti," ujar Luhut di kantornya, Jakarta, Selasa (26/7).

Menurutnya rencana kebijakan ini diambil dengan alasan bahwa para koruptor dinilai tidak akan merasakan efek jera ketika dibui. Sehingga, hukuman alternatif kemudian dirancang.

Selain itu, pertimbangan lain untuk tidak memenjarakan koruptor juga dipilih karena kondisi sel di Indonesia yang sudah tidak memadai untuk menerima tambahan narapidana dalam jumlah banyak.

Terkait rancangan kebijakan tersebut, menurut dia, pemerintah saat ini telah membentuk tim pengkaji penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Selain itu, pemerintah juga sedang membandingkan praktik hukuman alternatif yang digunakan sejumlah negara lain terhadap para pelaku tindak pidana korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement