Selasa 26 Jul 2016 20:53 WIB

CSIS: Masyarakat Nilai Sektor Kepolisian Rentan Korupsi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
 (dari kiri) Periset CSIS Arya Fernandes memberikan paparan hasil survey CSIS terhadap Calon Gubernur DKI di Jakarta, Senin (25/1).
Foto: Republika/ Wihdan
(dari kiri) Periset CSIS Arya Fernandes memberikan paparan hasil survey CSIS terhadap Calon Gubernur DKI di Jakarta, Senin (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan sektor kepolisian dianggap paling rentan terjadi korupsi. Hal itu terungkap dari survei yang dilakukan kepada 3900 responden dimana sebanyak 58,6 persen menilai demikian.

"Saat diuji mengenai pengalaman masyarakat berhubungan dengan instansi pemerintah, sektor kepolisian yang paling tinggi," ujar Peneliti CSIS Arya Fernandes di acara rilis hasil Survei CSIS bertema 'Persepsi dan Pengalaman Masyarakat terhadap Fenomena Korupsi di Indonesia' di Auditorium CSIS, Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (26/7).

Menurutnya, sebanyak 59,8 persen dari masyarakat responden yang pernah berhubungan dengan sektor kepolisian, mengaku pernah dimintai untuk memberikan sesuatu. Sementara, 36,6 persen masyarakat mengaku memberikan sesuatu tersebut secara sukarela.

Jumlah ini kata Arya, lebih besar dibandingkan penilaian responden terhadap sektor lainnya yang dinilai rentan terjadi korupsi. Menurut masyarakat, sektor lain yang disinyalir berpotensi korupsi besar yakni pada proses penerimaan PNS sebanyak 57,1 persen dan implementasi anggaran pemerintah sebanyak 55,9 persen.

"Persepsi masyarakat terhadap penyebaran korupsi di sektor pelayanan dasar (sekolah, kesehatan, administrasi kependudukan) lebih rendah dibandingkan penyebaran di sektor elite yang saya sebutkan tadi," ungkapnya.

Sebelumnya juga, hasil survei mengungkap masih adanya sebagian masyarakat Indonesia bersikap toleran terhadap korupsi. Disebutkan ada 30 persen masyarakat responden tersebut masih menganggap wajar pemberian barang, uang maupun hadiah guna kelancaran mengurus sesuatu hal.

Hal ini pun tentu menjadi ironi, jika dikaitkan dengan upaya pemberantasan korupsi yang tengah digencarkan di Indonesia.

"Saya kira budaya masyarakat di kita yang suka memberikan sesuatu itu sebagai hal yang wajar, menjadi tantangan ke depan dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Peneliti CSIS Vidya Andhika Perkasa.

Menurutnya, meski jumlahnya lebih kecil dibandingkan masyarakat yang menilai perilaku korupsi adalah tidak wajar yakni sebesar 70 persen, namun hal ini perlu diantisipasi. Mengingat pola-pola permisif dari masyarakat tersebut bisa mengganggu upaya pemberantasan korupsi.

Adapun dari hasil survei yang dilakukan pada rentang 17-29 April 2016 tersebut masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih toleran terhadap perilaku korupsi dibandingkan masyarakat perkotaan.

Adapun survei CSIS tersebut dilakukan terhadap 3.900 responden, dimana 2000 terdistribusi secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia. Sementara 1900 lainnya dipilih secara khusus di Aceh, Banten, Papua, Riau, Sumatera UUtara yang merupakan daerah prioritas pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara, survei dilakukan dengan melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan margin error sekitar 1,5 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement