REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini dunia telah memasuki revolusi industri ke empat dimana pengembangan teknologi haruslah ramah lingkungan dengan dampak seminimal mungkin terhadap lingkungan, dan mampu mendukung peningkatan kesejahteraan umat manusia. Kemajuan ekonomi dan kemakmuran suatu negara, terkait erat dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Penerapan dan penguasaan teknologi menjadi kunci dalam meningkatkan daya saing produk. Di sinilah peran teknologi dalam peningkatan kesejahteraan penduduk.Kemampuan penguasaan teknologi sangat tergantung pada pembangunan manusia. Teknologi hadir sebagai karya inovasi yang dihasilkan oleh manusia yang berkualitas," ujar Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani dalam sambutan pembukaan Kongres Teknologi Nasional (KTN) di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (25/7).
Puan menyambut positif dan sekaligus mengapresiasi diselenggarakannya Kongres Teknologi Nasional oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Melalui KTN yang diselenggarakan pada 25-27 Juli 2016 tersebut, Puan berharap bisa menghasilkan rekomendasi bagaimana teknologi bisa mendukung pengembangan industri nasional dan peningkatan daya saing secara global.
"Kongres ini merupakan acara sangat penting bagi pembangunan iptek yang akan mendukung perkembangan industri serta pembangunan secara keseluruhannya. Oleh karena itu, saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Saudara Kepala BPPT beserta jajarannya atas penyelenggaraan kongres dengan tema “Inovasi Teknologi untuk Kejayaan Bangsa dan Negara”," kata Puan.
Menurut Puan, pemerintah terus berkomitmen untuk memajukan Indonesia melalui pembangunan manusia di segala bidang. Sebab, kualitas sumber daya manusia akan menentukan kemampuan inovasi teknologi.
Puan menyadari alokasi anggaran untuk belanja riset saat ini masih terbatas. Berdasarkan data LIPI, anggaran riset Indonesia hanya sebesar 0,09% dari PDB Nasional. Sementara Malaysia sudah mencapai 0,39%, Vietnam 1,1%, Singapura bahkan mencapai 2%. Padahal, UNESCO merekomendasikan bahwa anggaran belanja riset suatu negara idealnya tidak kurang dari 2% PDB.
"Alokasi anggaran riset yang terbatas tersebut harus digunakan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu pembangunan penelitian dan penerapan Iptek harus memiliki prioritas dan fokus, memiliki tahapan dan target yang jelas, sehingga terhindar dari siklus riset hanya untuk riset," ujarnya.
Puan memaparkan, sasaran pembangunan penelitian dan penerapan Iptek, sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), adalah meningkatnya penerapan Iptek dalam bidang produksi barang dan jasa, pemanfaatan sumber daya alam, dan penyiapan menghadapi globalisasi.
Dalam meningkatkan penerapan Iptek di bidang produksi, sehingga memiliki daya saing yang semakin kuat, maka fokus Litbang dalam melakukan inovasi dan penerapan iptek, di arahkan pada tujuh bidang, yaitu Pangan; Energi; Kesehatan dan obat; Transportasi; Telekomunikasi; Teknologi Pertahanan dan Keamanan; dan Material.
"Dalam implementasi fokus pada tujuh bidang pembangunan penelitian dan penerapan iptek tersebut, membutuhkan sinergi yang semakin luas dan dalam antara BPPT maupun lembaga kajian lainnya dengan Kementerian/Lembaga, BUMN, dan Pemerintah Daerah di dalam mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan penerapan Iptek yang diperlukan dalam pembangunan. Sehingga apa yang dikerjakan oleh lembaga riset merupakan jawaban atas kebutuhan konkrit yang diperlukan dalam mempercepat pembangunan yang berkualitas," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Menko PMK juga menyaksikan penandatanganan MoU antara BPPT dengan Kementerian Perhubungan. Menko Puan juga bersama Presiden ketiga RI B.J. Habibie menerima miniature drone dari Kepala BPPT, Unggul Prayitno.