REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Ritual potong atau memahat gigi yang dilakukan masyarakat Bali yang juga merupakan ritual wajib umat Hindu, menjadi keunikan tersendiri dari Provinsi Bali. Ritual tersebut menjadi wisata budaya yang bukan saja menarik para wisatawan tetapi juga masyarakat Bali sendiri. Ratusan anak antusias mengikuti ritual ini.
Dalam tradisi tersebut banyak sekali nilai budaya yang dapat ditonjolkan. Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti menjadi perempuan pertama yang dinobatkan sebagai “Mangku Sangging” yang dalam bahasa bali artinya yaitu seseorang yang bertugas sebagai pemahat gigi. Bukan sekadar tugas memahat gigi biasa, tetapi penobatan gelar ini harus memenuhi beberapa syarat.
“Memiliki jiwa yang sehat dan sudah melakukan proses ritual penyucian diri yang cukup lama, jadi orang-orang yang sudah terpilih saja yang dinilai sudah bersih jiwanya untuk bisa menjalankan tugas menjadi seorang Mangku,” jelas Ketua Yayasan Perguruan Siwa Murthi Provinsi Bali, Jero Mangku Gede Subagyo di sela-sela acara Mapatah Masal yang diselenggarakan oleh Yayasan Siwa Murthi yang diadakan di Denpasar, Bali, Kamis (21/7)
Menjadi seorang mangku sangging ternyata tidak hanya jiwa saja yang harus bersih dan suci, melainkan ada hal lain yang harus dikuasai, yaitu memiliki keterampilan tangan dalam hal memahat, mengukir, atau mematahkan gigi yang bertujuan untuk mempercantik dan membersihkan diri dari roh-roh jahat dan musuh-musuh yang ada di dalam diri manusia. “Menjadi seorang mangku sangging, berarti harus sudah bersih jiwa dan raganya, sama halnya dalam menyapu, jika sapunya kotor, maka tidak mungkin mampu memebersihkan sebuah tempat, akan tetapi jika sapu itu bersih maka bisa dipakai untuk membersihkan hal-hal yang kotor," ungkap Jero Subagyo.
Ni Putu Eka Sendiri Mengaku awalnya berat menjadi seorang mangku sangging, namun dengan dibekali kepercayaan dan sudah melalui proses penyucian diri, ia mencoba dan menjadi satu-satunya perempuan yang menjalankan tugas sebagai mangku sangging tersebut dan dengan misi lainnya yakni totalitas dalam melestarikan budaya Bali.
“Saya yang awalnya merupakan pejabat politik, kemudian dipilih oleh rakyat menjadi pemimpin di Kabupaten Tabanan, sudah seharusnya mengabdikan jiwa dan raga ini untuk Rakyat. Karena itu yang diberikan oleh Tuhan kepada saya yang harus dikembalikan kepada rakyat," ujar Eka.