REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk tidak menunda lagi perlindungan anak-anak Indonesia dari bahaya rokok secara menyeluruh dengan segera mengaksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO.
"Dengan mengaksesi FCTC, maka Indonesia akan berkomitmen membuat aturan yang lebih ketat dan menyeluruh untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok," kata Ketua Lentera Anak Lisda Sundari melalui siaran pers diterima di Jakarta, Rabu (20/7).
Lisda mengatakan perlindungan pertama adalah membatasi jalan masuk anak-anak kepada rokok dengan cara menaikkan harga rokok dan mengatur tata niaga tembakau dan rokok supaya anak-anak tidak mudah membeli rokok.
Perlindungan kedua dilakukan dengan membuat aturan agar anak-anak tidak menjadi sasaran pemasaran industri rokok dengan melarang total iklan, promosi dan sponsor rokok. Sedangkan perlindungan ketiga adalah membuat aturan untuk melindungi anak-anak dari paparan asap rokok melalui peraturan tentang kawasan tanpa rokok yang ditegakkan secara tegas.
"Hingga saat ini, pemerintah belum memberikan perlindungan menyeluruh kepada anak-anak Indonesia dari dampak rokok. Ini terbukti dari terus bertambahnya jumlah perokok muda di Indonesia," katanya.
Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 menunjukkan terdapat 20,3 persen remaja Indonesia berusia 13 tahun hingga 15 tahun yang merokok. Sedangkan data Riset Kesehatan Dasar 2014 menyatakan perokok pemula remaja usia 10 tahun hingga 14 tahun pada 10 tahun terakhir naik dua kali lipat dari 9,5 persen pada 2001 menjadi 18 persen pada 2013.
Menurut Lisda, jumlah perokok pemula yang tinggi itu disebabkan peraturan terkait pengendalian tembakau yang longgar di Indonesia. Anak-anak mudah mendapatkan rokok karena harganya murah dan dijual hampir di semua tempat, termasuk di dekat sekolah.
"Karena itu, jangan tunda lagi. Aksesi FCTC pada peringatan Hari Anak Nasional 2016 akan menjadi kado yang sangat indah bagi seluruh anak Indonesia," katanya.