Rabu 20 Jul 2016 08:00 WIB

Antara Brexit dan Menimbang Masa Depan Globalisasi

Red: M Akbar
Peter F Gontha.
Foto: Antara
Peter F Gontha.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Peter F Gontha (Duta Besar Indonesia untuk Polandia)

Minggu ini saya bertemu dengan beberapa bankir terkemuka dari institusi finansial di Warsawa. Saya berdiskusi mengenai perdagangan global yang berada dalam suasana yang tidak menentu, terutama Eropa tengah. Meski berkedudukan di Polandia sebagai Duta Besar dengan latar belakang perbankan, investor pasar modal, maupun sebagai profesional di banyak perusahaan, hal ini mempermudah pertemanan saya dengan mereka. Kita berbicara "bahasa"  yang sama.

Pertemuan tersebut sangat informal. Kami melakukannya di sebuah kedai di Warsawa. Hadir di antaranya beberapa bankir Eropa maupun Amerika dari Goldman Sachs, Merril Lynch, HSBC, Bank Satander dan Chartered bank. Para bankir itu sudah menjadi "multilateralist", memuji dan mengedepankan perdagangan bebas.

Harapan mereka kesepakatan dunia untuk menciptakan lowongan kerja di seluruh dunia akan menghilangkan batas perdagangan antarnegara, mempermudah arus perdagangan barang maupun jasa, menciptakan dunia yang harmonis yang dinamis dan damai. Namun pessimisme terhadap globalisasi mulai lebih sering terdengar maupun  pendapat yang anti pemersatuan.

"Perdagangan bebas" sedang diserang. Masyarakat dunia mulai memberontak. Di Jerman, ketergantungan terhadap ekspor sangat besar namun dalam 3 tahun terakhir mereka yang pro perdagangan bebas telah menurun dari hampir 90 persen menjadi kurang dari 50 persen. Ekonom pro globalisasi merasa sedang berjuang untuk orang dan negara miskin dan berdalih bahwa kompetisi akan meningkatkan produktivitas menuju kesejahteraan dunia.

Produktivitas meningkatkan kesejahteraan, kebutuhan konsumen akan menjadi lebih murah (text book thinking). Namun peristiwa Brexit menunjukan adanya pertentangan pendapat mengenai pemikiran ini. Pemberontakan yang jelas-jelas menentang pemikiran global lebih sering terdengar. Keuntungannya hanya dilihat dari kaca mata yang memperhatikan implikasi top-down, tidak pernah memperhatikan hasil akhir dan dampaknya pada rakyat kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement