REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Penanganan vaksin palsu dinilai masih memiliki celah. Salah satunya soal manejemen krisis terutama dalam penyampaian informasi ke publik.
"Persoalan vaksin palsu ini kan sudah berminggu-minggu. Harusnya tensinya bisa semakin turun, tetapi yang terjadi malah semakin tinggi," ujar Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris saat kunjungan kerja di Padang, Sumatra Barat, Selasa (19/7).
Orang tua yang anaknya terkena vaksin palsu semakin bingung harus berbuat apa. Fahira mengingatkan, jika pola komunikasi pemerintah soal vaksin palsu seperti ini terus, dia khawatir persoalan ini bisa jadi krisis. "Makanya pemerintah harus punya menajemen krisis soal vaksin palsu ini,” ujarnya.
Menurut dia, harus ada prakondisi atau persiapan baik yang sifatnya substantif, teknis, termasuk program komunikasi publik dalam semua kebijakan, tindakan, penyataan, dan program penangangan vaksin palsu. Menurut dia, kata Fahira, sebelum nama-nama rumah sakit pengguna vaksin palsu diumumkan ke publik seharusnya ada prakondisi untuk mengomunikasian kebijakan, program, dan aksi yang akan dilakukan pemerintah untuk anak-anak yang diduga diberi vaksin palsu oleh rumah sakit. Pra kondisi ini sangat perlu agar orang tua yang anaknya pernah diimunisasi di rumah sakit tersebut tidak panik dan tahu langkah-langkah yang harus mereka lakukan.
Memang, sejak terkuaknya peredaran vaksin palsu pada pertengah Juni 2016 lalu oleh Bareksrim Polri, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menangani persoalan ini. Selain membentuk Satgas Vaksin Palsu yang terdiri dari berbagai unsur, penyelidikan yang dilakukan Bareskrim juga terus menemui kemajuan. Namun menurut Fahira itu saja belum cukup.