Senin 18 Jul 2016 16:21 WIB

Majelis Hakim Tolak Keberatan Terdakwa Pemberi Suap

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Tersangka kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada PN Jakarta Pusat Doddy Arianto Supeno berjalan keluar mobil tahanan untuk diperiksa KPK, KPK, Jakarta, Rabu (25/5).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Tersangka kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada PN Jakarta Pusat Doddy Arianto Supeno berjalan keluar mobil tahanan untuk diperiksa KPK, KPK, Jakarta, Rabu (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa Doddy Aryanto Supeno terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi untuk Panitera Pengadilan negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Doddy yang merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugerah didakwa memberikan suap sebesar Rp 150 juta kepada Edy Nasution.

"Menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima, kedua melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama di atas dan memerintahkan jaksa menghadirkan saksi dan barang bukti," kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan PN Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (18/7).

Adapun dalam sidang dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Doddy memberi uang suap Rp 150 juta kepada Eddy Nasution. Suap diduga untuk melancarkan dua perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakarta Pusat yakni agar menunda proses pelaksanaan 'aanmaning' (peringatan terhadap tergugat, agar melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP).

Selain itu juga untuk menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) meski telah lewat batas waktu. Dalam dakwaan juga jaksa menyebut dalam menjalankan upaya suap tersebut, Doddy tidak sendiri.

Upaya suap tersebut dilakukan bersama-sama dengan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana, Hery Soegiarto, dan Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International, Ervan Adi Nugroho.

Sedangkan eksepsi penasihat hukum Doddy menyatakan bahwa hubungan Doddy dan Edy Nasution adalah sebatas hubungan pertemanan semata yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Edy.

Apalagi Doddy maupun tempatnya bekerja yaitu PT. Artha Pratama Anugerah (APA), tidak punya perkara hukum dan PT APA bukan anak perusahaan dari Lippo Group, demikian pula PT. Metropolitan Tirta Perdana dan PT. Paramount Enterprise International bukan anak Perusahaan Lippo Group.

Namun majelis hakim justru dalam pertimbangannya menilai, eksepsi tidak dapat diterima karena tidak punya landasan hukum.

"Sudah diuraikan secara jelas cerdas dan cermat bahwa terdakwa berkerja di PT Artha Pratama Anugerah yang merupakan anak perusahaan Lippo Grup dan telah menyiapkan dokumen dan uang terkait. Perkara menyerahkan uang ke saksi Edy Nasution, apakah terkait uang itu dengan terdakwa, itu sudah masuk materi pokok dan akan dipertimbangkan dalam perkara," ujar anggota majelis hakim Diah Siti Basariah.

 

Adapun Doddy didakwa pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement