Selasa 12 Jul 2016 15:32 WIB

Pembatasan Transaksi Tunai Jangan Hambat Pelaku Usaha

Rep: Agus Raharjo/ Red: Karta Raharja Ucu
Transaksi non tunai (ILustrasi)
Transaksi non tunai (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berencana mengusulkan ada pembatasan transaksi tunai menjadi Rancangan Undang-Undang. Draf RUU memang belum selesai dibahas di internal pemerintah sendiri. Meskipun, RUU Pembatasan Transaksi Tunai sudah masuk daftar panjang prolegnas 2014-2019.

Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mengatakan, pihaknya setuju kalau ada pemberlakuan pembatasan transaksi tunai. Namun, pembatasan itu harus tidak menyulitkan pelaku usaha untuk bertransaksi mengembangkan usahanya.

"Nggak ada masalah, asal kebijakan itu tidak menyulitkan untuk para pelaku usaha saja," tutur Heri pada Republika.co.id, Selasa (12/7).

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, penerapan pembatasan transaksi tunai sebenarnya sudah ada. Yaitu ada di UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam UU itu diatur batasan nominal yang boleh dilakukan secara tunai. Misalnya di pasal 34 ayat (1) mewajibkan siapapun memberitahukan kepada Ditjen Bea Cukai jika membawa uang tunai paling sedikit 100 juta keluar daerah pabean Indonesia.

‎Jadi, tinggal menunggu aksi dari pemerintah saja. Kalaupun pemerintah masih ingin ada pembatasan transaksi tunai, DPR posisinya menunggu draf yang disiapkan pemerintah. Namun, Heri pesimistis pemerintah mampu merampungkan draf itu secara cepat.

"Kalau melihat gelagat seperti ini, tampaknya RUU tersebut tidak masuk dalam prolegnas prioritas," ujar Heri.

Sebab, imbuh dia, diantara pemerintah sendiri masih belum satu sejalan. Misalnya antara PPATK, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Kalau pemerintah ingin segera ada dasar hukum pembatasan transaksi tunai, seharusnya mereka mensinergikan di internal mereka sendiri terlebih dahulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement