Senin 11 Jul 2016 16:30 WIB
WNI Disandera

Pengamat: WNI Kembali Disandera karena Indonesia Lemah Mau Bayar Tebusan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Nur Aini
Lokasi Provinsi Sulu di Filipina, sarang gerilyawan lokal Abu Sayyaf
Foto: lowlands-l.net
Lokasi Provinsi Sulu di Filipina, sarang gerilyawan lokal Abu Sayyaf

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penyanderaan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) dinilai terjadi kembali karena Indonesia sebelumnya mau membayar tebusan.

Tiga Warga Negara Indonesia (WNI) disandera kelompok perompak, yang diduga kuat merupakan bagian dari kelompok Abu Sayyaf. Penculikan terhadap tiga WNI itu dilakukan di sekitar perairan Lahad Datu, Malaysia, saat kapal mereka disergap oleh kelompok bersenjata, Sabtu (9/7) waktu setempat. Tiga dari tujuh ABK kapal tersebut disandera oleh kelompok tersebut.

Insiden penculikan dan penyanderan WNI ini merupakan kejadian keempat dalam kurun waktu empat bulan terakhir. Menurut Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Muradi, maraknya aksi penculikan yang menimpa WNI di sekitar perairan tersebut sebenarnya tidak terlepas dengan pendekatan yang dilakukan dalam upaya membebaskan sandera-sandera sebelumnya.

Pendekatan tersebut menggunakan metode membayar tebusan dengan sejumlah uang. Muradi pun menilai, berdasarkan apa yang dilakukan oleh para penculik, mereka bukanlah organisasi teroris, tapi merupakan organisasi kriminal yang menggunakan cara teror.

''Perlu dipahami, uang adalah faktor utama dalam kasus penculikan tersebut. Jadi maraknya aksi tersebut adalah bagian dari apa yang telah kita perbuat sebelumnya,'' ujar Muradi saat dihubungi Republika.co.id, Senin (11/7).

Muradi menjelaskan, dalam teori kontra teror, melakukan negosiasi dengan kompensasi uang dapat diartikan sebagai sebuah kelemahan. ''Itu yang dibaca oleh para pelaku teror untuk melakukan hal yang sama secara berulang. Apa yang dilakukan sebelumnya menjadi pintu masuk para pelaku untuk melakukan hal yang sama dengan pola dan cara yang kurang lebih sama,'' tuturnya.

Alhasil, kata Muradi, dengan pendekatan pembayaran tebusan, maka Indonesia dianggap sebagai negara yang dapat didikte. Tidak hanya itu, upaya penculikan secara berulang itu pun menjadi indikasi, para pelaku teror telah mengganggap Indonesia sebagai negara yang bisa didikte dan dimintai tebusan agar bisa membebaskan sandera.

''Upaya berulang ini dibaca oleh pelaku teror untuk mendikte pemerintah yang kelihatan populis dengan pendekatan pembebasan sandera dengan kompensasi sejumlah uang,'' kata Muradi.

Baca juga: Sandera 3 WNI Dibawa Kelompok Bersenjata ke Filipina Selatan

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement