REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengimbau pengelola perhotelan tidak terlalu tinggi dalam menerapkan tarif tambahan sewa kamar selama momen libur Lebaran. "Meski tidak bisa memaksakan, kami hanya mengimbau pemberlakuan tarif tambahan selama /peak season (musim ramai pengunjung) saat Lebaran sewajarnya saja," kata Wakil Ketua PHRI DIY Herman Toni di Yogyakarta, Jumat (8/7).
Menurut dia saat masa libur panjang banyak hotel yang memberlakukan tarif tambahan hingga hampir 70 persen. Padahal, selain dapat memberikan pengunjung, pemberlakuan tarif terlalu tinggi juga berdampak negatif terhadap bisnis perhotelan maupun pariwisata DIY.
"Kalau kenaikannya sampai ada yang menyentuh 100 persen, berarti itu sudah harga baru. Menurut saya paling tinggi tarif tambahan 50 persen sudah bagus," kata dia.
Herman mengatakan kenaikan tarif sewa kamar diterapkan oleh masing-masing pengelola hotel mengingat tingkat okupansi sudah mencapai 100 persen sejak H+1. Okupansi hotel itu diperkirakan akan bertahan hingga H+4 Lebaran.
Sebagai sumber pendapat terbesar perhotelan, kegiatan Meeting, Incentives, Conferencing, Exhibition (MICE) oleh berbagai kementerian, menurut dia, diperkirakan baru akan mulai bermunculan kembali pada H+10 Lebaran. Ia mengatakan, kenaikan tarif tersebut juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan hotel yang disesuaikan dengan momentum Lebaran. "Bukan hanya tarif saja yang naik, namun kualitas pelayanan juga harus meningkat," kata dia.
Menurut dia, tarif tersebut juga harus disesuaikan dengan tingkat persaingan antarhotel di DIY yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.