REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pot-pot buatan dari bekas botol air mineral terlihat berjajar rapi menempel di sepanjang tembok pembatas Kampung dengan Jalan Lauser. Letaknya rata. Tergantung dalam susunan 4 tingkat. Di dalam setiap botol bekas itu, mulai tumbuh tanaman kecil. Pot itu dimiliki pengurus Paguyuban Warga Lauser (Walapan), di RT 008/08 Kebayoran Baru, Jakarta. Sebagian besar botol bekas berisi tanaman sayur-sayuran. Mulai bayam hijau, bayam merah, sawi hijau, sampai cabai.
Aktifitas warga pada Senin (4/7) siang terlihat lengang. Pengurus Paguyuban terlihat sibuk dengan tanah dan botol bekas air mineral. Kegiatan bercocok tanam di wilayah perkotaan memang dilakukan menggunakan medio botol bekas. Namun, hasilnya cukup menarik. Bahkan, Kampung Lauser RT 008 sering terpilih sebagai Kampung Teladan di Kebayoran Baru. Warganya aktif dalam berkegiatan. Berbagai prestasi olahraga diraih, baik tingkat Kelurahan sampai tingkat wali kota. Piala-piala berjejer mengisi tempat yang disebut sekretariat Paguyuban Walapan.
Namun, apa yang dilakukan warga Kampung Lauser tidak membuat ancaman penggusuran dilupakan begitu saja. Setidaknya 90 Kepala Keluarga yang menghuni RW 08 Kampung Lauser berada dalam ancaman penggusuran setelah tanah diatas lahan tempat tinggal mereka disengketakan dengan PDAM Jaya.
Surat Peringatan Satu sudah dikeluarkan Wali Kota Jakarta Selatan agar lahan mereka dikosongkan. Surat Peringatan Kedua yang semula dilayangkan sebelum bulan Ramadhan, juga tak kunjung tiba. Padahal, pemerintah berniat melakukan penggusuran di lahan yang akan diperuntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan tersebut dilakukan setelah Lebaran."Kami belum terima (SP2), mungkin nanti, (sekarang) pulang kampung," tutur Sekretaris Paguyupan Walapan, Haris pada Republika.
Meski SP2 belum dikeluarkan, tidak mengendorkan perjuangan Warga Lauser. Melalui Paguyupan Walapan, yang diisi sebagian seluruh pemuda Lauser, mereka mempertanyakan hak atas tanah mereka ke Badan Pertanahan Negara (BPN). Alasannya masuk akal. Ada dua sertifikat mengenai lahan Kampung Lauser. Padahal, Warga Lauser sudah menempati wilayah itu puluhan tahun.
Haris dan warga menduga ada permainan di balik rencana penggusuran mereka. Lahan Kampung Lauser sangat strategis yang dekat dengan pusat Jakarta. Warga menilai pengembang manapun pasti mengincar lahan di Jalan Lauser itu. Haris tidak memercayai alasan Pemerintah Daerah yang akan menjadikan lahan mereka sebagai ruang terbuka hijau. Sebab, di wilayah itu, sudah banyak ruang terbuka hijau. Jadi, warga akan tetap bertahan dengan perjuangan mereka untuk menuntut hak atas tanah. Terlebih, selama ini mereka rutin membayar pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk doa bersama dengan menghadirkan Habib Idrus Al-Jufri. Selama Bulan Ramadhan, cerita Haris, tekanan soal penggusuran sedikit melonggar. Meskipun, pengamanan tetap dilakukan seperti biasa. Akses masuk ke perkampungan hanya dapat dilalui melalui beberapa gerbang. Selebihnya, akses masuk ditutup dengan pagar besi.
Tekanan soal penggusuran diakui masih dirasakan warga. Terlebih, mayoritas warga berusia lanjut dan anak-anak. Kalaupun dihadapkan pada tindakan arogan aparat, Haris mengakui tidak dapat berbuat banyak. Hanya segelintir pemuda yang ada di Kampung Lauser. "Tapi kita siap apapun yang terjadi," tutur dia.
Warga tetap berharap dapat melakukan koordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait soal legalitas lahan mereka. Rencananya, 13 Juli nanti, warga akan kembali mendatangi BPN untuk audiensi. Pertanyaan warga sederhana, apakah penerbitan sertifikat atas nama pihak lain sudah melalui standar operasional prosedur (SOP) dari BPN. Apapun jawabanya, kata Haris, semoga dapat mengurangi tekanan soal penggusuran bagi Warga Kampung Lauser.