Kamis 30 Jun 2016 00:01 WIB

Belajar dari Genosida Muslim Bosnia (Refleksi terhadap Toleransi Beragama)

Red: M Akbar
Ilham Tirta
Foto: istimewa
Ilham Tirta

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ilham Tirta (Wartawan Republika Online)

Pada abad ke-13, Bosnia adalah negara dengan mayoritas Muslim. Mereka hidup damai dengan kaum minoritas. Pada masa itu, setidaknya ada 45 persen dari 4,7 juta warga Bosnia memeluk agama Islam. Sisanya adalah Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan, dan lainnya.

Arus modernisasi membuat penduduk Bosnia mengikuti gaya Eropa pada umumnya. Identitas agama tidak lagi terlihat mencolok. Semua hidup berdampingan dengan damai dalam bingkai kerukunan antarumat beragama.

Kehidupan Muslim dengan nilai-nilai Islamnya lambat laun pudar di negeri Balkan. Diskotek dan bar muncul di setiap sudut kota. Tak ada lagi jarak antara Muslim dan non-Muslim. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, hingga merayakan hari-hari besar keagamaan. Semuanya membaur atas nama besar toleransi.

Dalam diary yang ditulis Zlatan Filipovic--seorang gadis Muslim yang terlahir dalam keluarga terhormat di Sarajevo yang menjadi ibu kota Bosnia--diceritakan bagaimana sekulernya warga Muslim sebelum 1992. Pada masa itu, tak ada lagi wanita Muslim yang memakai kerudung. Kaum lelaki juga hampir sama dengan para lelaki non-Muslim lainnya.

Ketika hari raya agama, seperti Natal dan Lebaran Muslim, hampir seluruh warga Bosnia merayakannya. Tak peduli dia Muslim atau bukan. Anak-anak Bosnia juga terbiasa dengan tradisi barat, seperti Valentine, April Mop, tahun baru, Halloween, dan sejenisnya. Sementara, shalat tak lagi dilakukan.

Muslim Bosnia--seperti Muslim Indonesia yang hijrah dari kepercayaan awalnya Hindu, Buddha, dan animisme--berasal dari pengikut Bogomil, pewaris keturunan Heretis. Keyakinan ini lenyap setelah Islam dari Ottoman Turki masuk dan menawarkan persamaan derajat. Sementara, Bosnia sendiri beridentitas sebagai penduduk mayoritas Muslim, pascaterpecahnya negara federal Yugoslavia (Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Makedonia) pada 1990.

 

Di tengah keterlenaan mendalam umat Muslim Bosnia terhadap gaya hidup sekularisme dan toleransi agama yang berlebihan, bangsa Serbia yang mayoritas memeluk Kristen Ortodoks menyimpan api dalam sekam. Dengan dalih penyatuan kembali Yugoslavia dalam Republik Srpska, Serbia melakukan pembantaian terhadap Bosnia dan/atau pemeluk Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement