Kamis 23 Jun 2016 18:44 WIB

Pengamat: Kepentingan Amerika di Laut Cina Selatan tak Mengejutkan

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
Laut Cina Selatan
Foto: timegenie.com
Laut Cina Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hubungan Internasional Hizkia Yosie Polimpung mengatakan kepentingan Amerika di Laut Cina Selatan untuk menggeser pengaruh Cina di kawasan tersebut sampai ke titik nol.

Yosie mengatakan saat ini beberapa pemikir Hubungan Internasional melihat geopolitik global sedang dalam perang dingin atau proxywar antara Amerika dan Cina. Dan area pertarungannya di Asia Timur dan Asia Tenggara.

"Misalkan kita bisa lihat Amerika gencar banget untuk menggoalkan TPP (Trans-Pacific Partnership) di Asia Timur dan Tenggara, sementara Cina punya perjanjian serupa namanya Asia-Pacific Regional Economic, kan sebenernya sama, cuma yang satu Amerika yang satunya lagi Cina," katanya, Kamis (22/6).

Yosie mengatakan Amerika akan selalu mencari celah konflik yang muncul di media. Karena itu tidak mengejutkan Amerika tiba-tiba menyatakan memiliki kepentingan di Laut Cina Selatan.

Yosie menambahkan senjata dalam pencaturan  politik internasional adalah kekuasaan. Menurutnya agar Indonesia tidak menjadi sekedar pion dalam pencaturan Amerika-Cina, Indonesia harus memperkuat kekuasaan di ASEAN.

Menurutnya Indonesia harus bisa mengkonsolidasi kekuatan di ASEAN. Selain itu menjadi sangat penting untuk ASEAN merapatkan barisan dalam perang dingin ini.

Ia menilai perjanjian negara-negara Uni Eropa cukup baik. Dimana perjanjian antara dua negara hanya dibatasi dalam perjanjian ekonomi non-moneter. Tapi untuk urusan ekonomi moneter dan pertahanan-keamanan ditentukan oleh regional.

"Nah itu yang menurut saya tidak ada di ASEAN, kalau itu tidak ada wah sudah kelar, untuk apa ada ASEAN kalau gitu," katanya.

Yosie mengatakan ia pernah melakukan penelitian tentang perjanjian perdagangan bebas (free trade aggrement) antara dua negara. Perjanjian bilateral tersebut ternyata sangat marak dilakukan oleh negara-negara besar.

"Antara Amerika-Singapur, Amerika-Thailand, itu marak, pertanyaan saya apa gunanya Anda bikin Economic Community jika ternyata semuanya bermain dalam taraf bilateral, menurut saya itu justru efeknya mudharat karena melemahkan ASEAN sendiri," tambahnya.

Padahal kalau ASEAN bisa bersatu, tambah Yosie, akan memperkuat konsolidasi kekuatan di kawasan. Terlebih jika Indonesia dapat menjadi pemimpin di ASEAN maka kekuatan Indonesia akan lebih dapat diperhitungkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement