REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta pengusaha segera membayar tunjangan hari raya (THR) 2016. Batas waktu Pembayaran THR adalah 29 Juni 2016.
"Di tengah kelesuan perekonomian yang dirasakan pelaku usaha, pertumbuhan ekonomi melambat, daya beli masyarakat menurun, omzet berkurang, dan ribuan UKM di Jakarta kehilangan pekerjaan akibat kebijakan gubernur DKI yang melaksanakan lelang konsolidasi. Namun, ini tidak bisa jadi alasan pengusaha melalaikan kewajibannya. Pengusaha harus membayar THR," katanya, di Jakarta, Selasa (21/6).
Menteri Tenaga Kerja, kata Sarman, telah merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-04/MEN/1994 dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR bagi pekerja atau buruh di perusahaan yang diberlakukan saat diundangkan 8 Maret 2016.
Dalam Permenaker yang baru disebutkan, pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan diberikan THR secara proporsional sesuai masa kerja. Pada permenaker sebelumnya, pekerja atau buruh yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal tiga bulan.
Dalam permenaker yang baru, THR adalah pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya. Pembayaran itu tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
"Dengan demikian, jika Idul Fitri jatuh pada 6 Juli 2016 maka batas akhir pencairan THR adalah tanggal 29 Juni 2016," ujar Sarman.
Adapun besaran THR sesuai permenaker yang baru adalah bagi pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan terus-menerus atau lebih diberikan sebesar satu bulan upah. Sedangkan, yang memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang 12 bulan diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikali satu bulan upah.
Adapun yang dimaksud dengan upah satu bulan gaji terdiri atas komponen upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja harian lepas yang telah memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sedangkan, yang memiliki masa kerja kurang 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. Permenaker yang baru ini juga tidak menafikan bahwa selama ini perusahaan memiliki kebijakan tersendiri mengenai THR yang sudah disepakati dan menjadi kebiasaan setiap tahun serta menjadi peraturan perusahaan atau terdapat pada perjanjian kerja.
"Kita mengimbau kepada pengusaha di Jakarta dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini untuk tetap menjalankan kewajiban membayar THR sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah," kata dia.
"Walaupun batas waktu pembayaran THR sepekan sebelum Idul Fitri," ujar Sarman melanjutkan, "namun jika memungkinkan dibayarkan sebelumnya akan lebih baik sehingga pekerja/buruh memiliki waktu yang leluasa untuk memanfaatkan THR tersebut untuk persiapan kebutuhan Lebaran, termasuk persiapan mudik ke kampung halaman."
Semaksimal mungkin pengusaha agar membayar THR. Jika memang tidak mampu, perusahaan tentu perlu mengedepankan dialog dan kompromi yang terbuka dengan pekerja atau buruh karena yang paling penting adalah komunikasi dan keterbukaan. Dengan begitu, hubungan industrial selalu terjaga dan harmonis.
"Pengusaha dan pekerja/buruh merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, untuk itu sangat dituntut saling pengertian yang mendalam terhadap kondisi perusahaan, khususnya saat kondisi ekonomi seperti ini," ucap dia.
Sarman berharap semua pengusaha di Jakarta mampu membayar THR dan ekonomi Jakarta pasca-Lebaran semakin bergairah dan membaik dengan kebijakan pemerintah yang pro bisnis dan pro dunia usaha.