Sabtu 18 Jun 2016 22:27 WIB

Potensi Wisata Sawahlunto Butuh Ikon Budaya

Kota Sawahlunto, Sumatera Barat
Foto: jalanjalanyuk.com
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat

REPUBLIKA.CO.ID, SAWAHLUNTO, SUMBAR -- Seniman sekaligus pemerhati seni budaya Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), Adril Janggara menilai pengembangan pariwisata di kota itu membutuhkan ikon budaya yang menjadi pembeda.

"Ikon tersebut haruslah melekat dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat setempat secara menyeluruh dan sudah menjadi tradisi yang diangkat dari kearifan lokal masyarakat setempat," kata dia di Sawahlunto, Sabtu (18/6).

Menurutnya, sejauh ini pembinaan bidang kebudayaan di daerah itu belum menunjukkan keterwakilan adat istiadat masyarakat setempat.

Sementara, lanjutnya, beberapa seni tradisi budaya yang tidak memiliki ikatan emosional dengan kelompok masyarakat adat lokal kota itu, justru diberi ruang yang cukup meskipun budaya tersebut belum dikenal luas dan tidak melibatkan unsur-unsur sosial kemasyarakatan dan tatanan kehidupan mayoritas penduduk lokal.

"Salah satunya seperti pelaksanaan prosesi Grebeg Suro pada perayaan masuknya tahun baru Islam, secara umum masyarakat kota ini tidak mengenal patron dan pakem dari kegiatan tersebut namun terkesan selalu dipaksakan pelaksanaannya," jelas dia.

Sehingga, kegiatan tersebut semakin tidak diminati dan berpotensi memicu perbedaan pendapat karena adanya beberapa ritual sarat nuansa mistis dan tidak sejalan dengan tradisi adat dan agama masyarakat setempat yang berbasiskan "Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Kekentalan masyarakat yang agamais tersebut, lanjutnya, juga menjadi salah satu visi kepala daerah setempat sebagai bagian dari upaya membentuk karakter mental spiritual generasi penerus bangsa Indonesia.

"Sudah waktunya pihak pemerintah daerah mulai mengkaji secara mendalam terkait bentuk-bentuk pembinaan tradisi budaya, dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat adat dan tokoh agama untuk membangun visi yang sama dalam menggali potensi kebudayaan lokal demi mendukung visi kota wisata tambang yang berbudaya," kata dia.

Sementara itu, salah seorang masyarakat setempat, Malin Rajo Sampono (47) menilai pembinaan seni budaya yang dilakukan pihak pemerintah daerah setempat terkesan tidak fokus dan lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat politisasi terhadap kebudayaan itu sendiri demi kepentingan oknum pribadi dan kelompok tertentu.

"Padahal upaya politisasi terhadap sebuah tradisi budaya justru akan meruntuhkan semangat membangun rasa persatuan dan kesatuan yang menjadi tujuan akhir dari upaya pelestarian budaya sebagai potensi kepariwisataan," ujar dia.

Salah seorang masyarakat lainnya, Roynaldo (39) berpendapat pembinaan potensi seni tradisi dan budaya sebagai penunjang bidang kepariwisataan hendaknya mengacu pada tingkat pemahaman masyarakat terhadap jenis budaya yang dimunculkan sebagai ikon. "Langkah tersebut sudah dilakukan dibeberapa daerah tujuan wisata di Indonesia, seperti pulau Bali dengan tradisi Mageret Pandan, Madura dengan Karapan Sapi, provinsi Bengkulu dengan Gendang Dol dan Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar, dengan "Batabuik"," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement