Kamis 16 Jun 2016 14:09 WIB

Penahanan Ahmad Moshaddeq dan Dua Petinggi Gafatar Diperpanjang

Ketua RT 04/011 Kelurahan Sindangrasa Zaenal Arifin, menunjukan sebuah tabloid Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di kediamannya Ciamis, Jawa Barat, Kamis (14/1).
Foto: Adeng Bustomi
Ketua RT 04/011 Kelurahan Sindangrasa Zaenal Arifin, menunjukan sebuah tabloid Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di kediamannya Ciamis, Jawa Barat, Kamis (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Bareskrim memperpanjang masa penahanan tiga pemimpin organisasi terlarang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang menjadi tersangka kasus penistaan agama.

"Iya, kami perpanjang (masa) penahanannya," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (16/6).

Ketiga tersangka adalah pembina organisasi terlarang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Moshaddeq, mantan Ketum Gafatar Mahful Muiz Tumanurung dan anak Ahmad yakni Andri Cahya. Menurut Agus, perpanjangan masa penahanan dilakukan sembari menunggu Kejaksaan menyatakan berkas ketiga tersangka lengkap.

"Sambil menunggu berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh kejaksaan. Sebelumnya berkas sudah kami kirim tahap satu ke Kejaksaan," katanya.

Pihaknya berharap kejaksaan bisa secepatnya menyatakan berkas ketiga tersangka P-21 sebelum masa perpanjangan masa penahanan habis yakni 40 hari ke depan. "Semoga berkasnya segera P-21 dan dilanjutkan penyerahan tahap II, tersangka dan barang bukti ke kejaksaan serta bisa disidangkan," katanya.

Sebelumnya, pembina organisasi terlarang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Moshaddeq serta dua pimpinan Gafatar lainnya, yakni mantan ketum Gafatar Mahful Muiz Tumanurung dan anak Ahmad yakni Andri Cahya ditahan penyidik Bareskrim Polri sejak Rabu (25/5).

Penahanan ketiganya bermula atas adanya laporan masyarakat dengan nomor LP 48/I/2016/Bareskrim tertanggal 14 Januari 2016 atas kasus dugaan penistaan agama.

Dari pemeriksaan sejumlah saksi, ketiganya dijerat dengan Pasal 156 huruf a KUHP terkait dugaan penistaan agama. Sementara, untuk Mahful dan Andri dikenakan pasal tambahan, yakni Pasal 110 Ayat Jo 107 Ayat 1 dan 2 KUHP tentang Permufakatan Jahat Untuk Melakukan Makar.

Dalam kasus ini, Ahmad berperan sebagai guru spiritual, Andri Cahya berperan sebagai presiden Negeri Karunia Tuhan Semesta Alam Nusantara, sedangkan Mahful menjabat sebagai wapres.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement