REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Warga terdampak rencana pembangunan bandara di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta kejelasan pemberian insentif pajak dan kepastian relokasi gratis sebelum harga tanah lokasi bandara diumumkan pada Senin (20/6).
Tokoh masyarakat Temon Pulung Raharjo di Kulon Progo, Kamis (16/6), mengatakan sampai saat ini belum ada kejelasan pemberian insentif pajak dan relokasi yang telah diajukan ke pemkab beberapa waktu lalu. "Kami minta kejelasan bagaimana pemulihan ekonomi bagi warga yang tergusur. Bagaimana dengan mata pencaharian kami, dan bagimana dengan insentif pajak. Sampai saat ini, kami belum mendapat kepastian," kata Pulung.
Ia mengatakan warga juga ketakutan bila mengajukan keberatan atas harga tanah yang akan diumumkan Badan Pertanahan Nasional DIY. Hal ini dikarenakan, warga ketakutan tidak mendapat insentif bila mengajukan keberatan ke pengadilan.
"Kami belum menentukan sikap, yang jelas warga ketakutan kalau mengajukan keberatan atas nilai harga tanah yang diumumkan BPN," katanya. Selain itu, ia juga mempertanyakan besaran nilai ganti rugi lahan sebesar Rp 3,5 triliun yang dihasilkan tim appraisal.
Menurut dia, belum mencukupi bagi warga untuk mendapatkan ganti rugi aset sebagaimana yang dimiliki saat ini. Ia mengatakan angka Rp 3,5 trilun tersebut sebelumnya pernah dilontarkan oleh Bupati Kulon Progo jauh sebelum hasil appraisal diketahui.
"Kami mencurigai tim appraisal hanya memanfaatkan anggaran yang ada dan tidak bekerja secara profesional," katanya. Pulung khawatir anggaran yang ada disampaikan kepada tim appraisal sehingga mereka tidak menindaklanjuti nilai aset yang sebenarnya di lapangan.
"Profesionalitas tim appraisal baru bisa terbukti apabila nilai ganti rugi lahan terdampak yang diberikan jauh lebih tinggi daripada angka Rp 3,5 triliun," kata Pulung.
Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan tim penilai independen telah mengerjakan tugasnya untuk tahap pertama yakni menilai seluruh lahan milik masyarakat yang akan digunakan untuk bandara. "Di luar dugaan nilai ganti rugi tanah untuk warga jauh lebih meningkat dibanding perkiraan sebelumnya. Semula, ganti rugi tanah warga diperkirakan senilai Rp 1,6 trilun, tetapi nilainya di luar dugaan untuk sementara di atas Rp 3,5 triliun," kata Hasto.
Oleh karena itu, dokter Hasto berharap agar pembangunan bandara di Temon didukung oleh masyarakat, karena Pemerintah Provinsi DIY dan pemkab tidak berniat ingin menyengsarakan masyarakat, tetapi justru ingin menyejahterakan masyarakat. Ia mengajak warga meningkatkan persaudaraan, menghindari permusuhan antar warga. Apalagi saat ini di wilayah Temon baru dimulai proses pembangunan Bandara yang pada gilirannya akan menyejahterakan masyarakat juga.
"Jangan sampai kasak-kusuk untuk mengadu-adu antara warga yang satu dengan warga yang lainnya. Hal ini akan berakibat sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat di lingkungannya dan perbuatan ini merupakan ajakan setan. Kita harus instropeksi diri," kata Hasto.