Senin 13 Jun 2016 13:12 WIB

Harga Daging tak Terkendali, Demokrat: Jangan Salahkan SBY

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan salah jika ada pihak-pihak yang menilai bahwa kenaikan harga daging sapi saat ini, karena masalah warisan dari era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR itu mengatakan, kenaikan harga daging sapi saat ini sulit dikendalikan. Kenaikan itu bukan terjadi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri saja tapi sejak tahun lalu selalu mengalami fluktuasi naik di atas harga wajar sehingga pernah terjadi mogok pedagang sapi bahkan Bareskrim Mabes Polri turun tangan mengatasi masalah ini.

"Sangat salah jika ada yang menyalahkan masalah ini warisan pemerintah sebelumnya. Sebab di masa pemerintahan SBY untuk pencapaian swasembada lima komoditas pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula  tertata dengan baik dan ada roadmapnya," katanya, Senin, (13/6).

Ia melanjutkan, setiap tahun komoditas pangan pokok dievaluasi dan secara khusus untuk sapi dan kerbau tahun 2011 ada sensusnya sehingga sangat terukur berapa kemampuan dalam negeri memenuhi konsumen yang setiap tahunnya.

Kebutuhan daging sapi kurang lebih 500.000 ton dan berapa jumlah daging yang harus diimpor. Di Era SBY, terang dia, progresnya jelas. Setiap tahun impor daging sapi turun terus dan hanya pada waktu-waktu  tertentu ada tambahan impor. Jumlahnya pun terbatas karena tujuannya swasembada.

Herman mengatakan, justru saat ini fokus pemerintahan di bidang pangan hanya pada padi, jagung, dan kedelai sehingga pencapaian swasembada daging sapi renstranya tidak jelas lagi dan impor sangat terbuka bebas. Namun ironisnya justru harga tidak stabil dan relatif stabil pada harga yang tinggi.

"Hal ini harus jadi evaluasi pemerintahan Jokowi. Tidak tepat menyalahkan pemerintahan sebelumnya karena berlakunya harga saat ini tergantung pada bagaimana pemerintah saat ini mampu mengelola komoditas pangan pokok dan strategis yang menjadi hajat hidup masyarakat banyak dengan baik, dengan tidak mengabaikan spirit swasembada," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement