REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK memanggil mantan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah. Ia dipanggil sebagai saksi kasus dugaan penerimaan suap untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu tahun 2011.
"Junaidi Hamsyah diperiksa untuk tersangka ES (Edi Santroni)," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, Rabu (7/6).
Selain Junaidi, KPK juga memeriksa hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu Siti Inshiroh serta Sugiharto yang merupakan supir Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang yang juga hakim Tipikor PN Bengkulu Janner Purba, dan pihak swasta bernama Ruzian Mizi.
Junaidi sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri pada pertengahan Juli 2015 lalu dalam kasus dugaan tipikor pembayaran honor Dewan Pembina RSUD M Junus, Bengkulu tahun anggaran 2011. Penyidik Bareskrim Polri menduga Junaidi menyalahgunakan wewenangnya saat menerbitkan SK Gubernur Z No. 17 Tahun 2011 sehingga ada pembenaran untuk pembagian uang jasa tim pembina termasuk untuk gubernur sebesar 16 persen dan wakil gubernur sebesar 13 persen.
Sumber pendanaan itu diambil dari dana jasa pelayanan dan perawatan pasien RSUD M Junus Bengkulu sehingga terjadi kerugian negara hingga Rp5,6 miliar. Pengadilan Tipikor Bengkulu juga telah memutus bersalah tiga terdakwa dalam kasus yang sama. Junaidi pernah bersaksi di pengadilan pada Oktober 2014.
Kepada hakim, Junaidi menyatakan menandatangani SK itu karena percaya usulan Satuan Kerja Pengakat Daerah dan jajaran di bawahnya dan membantah pernah mengambil honor tersebut.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka yaitu Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba, hakim ad hoc PN Kota Bengkulu Toton, panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, mantan Kepala Bagian Keuangan rumah sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santroni.