REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Moekhlas Sidik mengkritisi langkah pemerintah yang berencana melakukan impor untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan menjelang hari raya Ramadhan.
Menurutnya pemerintah tidak maksimal dalam mengantisipasi kenaikan harga pangan yang terjadi setiap tahunnya menjelang hari raya Ramadhan.
Padahal, pemerintah memiliki tim dan orang orang ahli ekonomi yang bisa memberikan solusi untuk menekan lonjakan harga tanpa harus melakukan impor.
"Tren kenaikan harga pangan yang terjadi setiap tahun ini seharusnya sudah diprediksi pemerintah dari jauh-jauh hari sehingga pemerintah bisa menekan harga pangan dengan tidak melakukan impor sebagai alternatif terakhirnya," katanya di Jakarta, Rabu (1/6).
Ada banyak cara yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk menekan lonjakan harga pangan setiap menjelang hari raya selain impor. Misalnya dengan melakukan operasi pasar serta mengevaluasi dan mengawasi rantai distribusi.
"Kenapa impor selalu diutamakan dan terkesan dipaksakan? apa pemerintah dapat untung dari program impor tersebut ? ini sih yang lebaran hanya pemerintah saja, bukan rakyat kecil," ujarnya.
Terkait langkah pemerintah yang ingin mengimpor sejumlah komoditas pangan seperti bawang merah, Moekhlas menilai hal tersebut sangat tidak wajar.
Sebab berdasarkan data yang dihimpun oleh DPP Partai Gerindra, ketersediaan bawang merah untuk periode Juni-Juli 2016 sebanyak 283 ribu ton, sedangkan permintaan pasar hanya 189 ribu ton.
"Itu artinya, stok bawang merah surplus. Dia pun mempertanyakan kenapa pemerintah memaksakan impor," ucapnya.
Karena itu, Moekhlas berharap pemerintah bisa konsisten dengan janji-janjinya yang akan mensejahterakan para petani dan menjaga kestabilan harga pangan.
Gerindra akan selalu mengawasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang aneh dan terkesan mencari keuntungan semata.
"Ingat, ini negara bukan perusahaan jadi jangan dikelola demi mencari keuntungan saja tetapi harus dikelola secara manusiawi," tegasnya.