REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS mengusulkan solusi kepada pemerintah untuk mencegah penyebaran virus H5N1 atau flu burung dengan tukar hewan, yakni menukar unggas dengan kambing.
"Jika pemerintah masih meneruskan program vaksinasi, maka cakupan setiap provinsi harus mencapai 70 persen, sedangkan di Pulau Jawa tidak lebih dari 5 persen," katanya ketika dikonfirmasi di Surabaya, Jatim, Senin (31/5).
Ia mengatakan, berdasarkan data yang diperolehnya, program vaksinasi di Provinsi Jatim mencapai 4 persen, Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 1,3 persen, bahkan di Jawa Barat (Jabar) hanya 0,3 persen.
"Bahkan di setiap provinsi, lembaga penanggung jawab atas penanganan vaksin tidak sama. Hanya di Jatim yang terbanyak, yaitu 12 lembaga. Namun, secara umum vaksin belum efektif," tutur Ketua "Avian Influenza Research Center" (AIRC) Unair ini.
Selain itu, ia menyarankan jika pemerintah tidak sanggup dalam melaksanakan program vaksinasi. Unggas yang ditukar dengan kambing atau hewan lainnya, bisa menjadi solusi tepat.
"Pemerintah bisa menukarkan kambing atau hewan lainnya untuk masyarakat yang memiliki ayam, karena sumber H5N1 berada pada sektor IV, yaitu masyarakat yang memiliki unggas sebanyak 1 hingga 1.000," jelasnya.
Menurut dia, menghilangkan unggas dalam masyarakat bisa memutus mata rantai dan mencegah terjadinya virus flu burung. Dengan begitu, pemerintah tidak akan merasa kewalahan dalam program vaksinasi secara terus menerus.
"Idealnya vaksinasi ini butuh lima kali vaksin untuk masa hidup unggas, tetapi nyatanya untuk sekali vaksin dosisnya masih kurang. Kemudian ide baru, seperti mengganti unggas dengan kambing pun muncul sebagai solusi pemerintah menekan kasus flu burung," paparnya.
Secara teknis, lanjutnya penukaran unggas dengan hewan lain bisa diatur, seperti jumlah satu kambing sama dengan berapa ayam, karena program vaksinasi kurang efektif.
"Ketika kami meneliti kasus di Banyuwangi, Lamongan, Bandung dan Jakarta, muncul struktur baru yang lebih menyerupai menginfeksi orang, sehingga pemerintah harus waspada dengan temuan baru tersebut," ujarnya.