REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pemerintah harus mencabut hak penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bila terbukti perokok.
"Pemerintah harus mengaudit rumah tangga miskin yang menjadi PBI BPJS Kesehatan. Bila mereka merokok satu bungkus per hari, hak PBI-nya perlu dicabut," kata Tulus melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin (30/5).
Tulus mengatakan apabila merokok satu bungkus per hari dengan harga rokok rata-rata Rp12.500 per bungkus, maka rumah tangga miskin membelanjakan Rp 450 ribu per bulan untuk rokok.
"Konsumsi rokok telah memiskinkan masyarakat, khususnya di rumah tangga miskin. Mereka rata-rata menghabiskan satu bungkus rokok perhari," tuturnya.
Tulus mengatakan data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun menyebutkan konsumsi rokok pada rumah tangga termiskin menempati posisi kedua setelah beras, mengalahkan pembelanjaan untuk telur, daging, susu dan pendidikan anak.
"Karena itu, peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia sangat relevan. Bila uang untuk membeli rokok dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi seperti susu, daging, telur dan buah, akan membawa dampak yang lebih positif terhadap masyarakat," katanya.
Menurut Tulus, Indonesia saat ini telah mengalami darurat konsumsi rokok karena jumlah perokok aktif menempati posisi ketiga di dunia setelah Cina dan India. Perokok aktif di Indonesia tidak kurang dari 29,3 persen dari total populasi.
Untuk mengurangi konsumsi rokok, Tulus mendesak pemerintah untuk meningkatkan tarif cukai rokok, tidak hanya dibatasi hingga 57 persen saja.
Peningkatan cukai rokok akan menyebabkan harga rokok tinggi sehingga tidak bisa dijangkau anak-anak dan rumah tangga miskin.