Selasa 24 May 2016 12:01 WIB

Tinggalkan Hukum Waris Islami, Ikuti Perkembangan Zaman

Red: M Akbar
Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc
Foto: istimewa
Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester - UK)

''Tinggalkan hukum waris Islami, ikuti perkembangan zaman!'' Begitu kira-kira beberapa tanggapan keluarga Muslim ketika menghadapi persoalan pembagian warisan.

Alasannya bermacam-macam, mulai dari rasa tidak adil akan hak waris antara suami dan istri, hak anak laki-laki dan anak perempuan, isi wasiat, keadaan ahli waris yang mapan dari sisi keuangan, hingga pengurusan utang-piutang si mayat. Setuju untuk tinggalkan hukum waris Islami?

Perintah Mawarits

Perintah hukum waris Islami (mawarits) turun secara berangsur. Kali pertama ketika masa hijrah. Surah al-Anfal (8):72 menyatakan bahwa hak waris-mewarisi dari hubungan muakhaat (hubungan persaudaraan) antara kaum muhajirin dan ansar. Kemudian fase Fathu Makkah, yaitu dengan turunnya surah al-Ahzab (33): 6 dan al-Anfal (8): 75 yang menegaskan bahwa yang berhak mendapatkan harta waris adalah yang punya hubungan kerabat.

Kemudian lagi turun ayat-ayat mawarits yang membatalkan (memansukhkan) ayat-ayat di atas, yaitu dengan diturunkannya surat an-Nisa (4): 7 yang berisikan perintah mawarits secara global bahwa laki-laki dan perempuan punya hak waris dari kerabat yang meninggal dunia.

Lalu, Allah turunkan lagi surah an-Nisa (4): 11 menerangkan secara terperinci hak waris untuk anak laki-laki dan perempuan, ibu dan bapak. Seterusnya adalah QS an-Nisa (4): 12 yang berisikan aturan hak waris suami dan istri, baik punya atau tidak punya keturunan dan hak waris saudara dan saudari seibu. QS an-Nisa (4): 176 menegaskan status hak waris saudara dan saudari kandung maupun seayah.

Di ketiga ayat tadi Allah SWT menegaskan bahwa pembagian harta waris belum bisa dilaksanakan jika belum dikeluarkan dari harta peninggalannya berupa utang. Sisanya, jika masih ada, dikeluarkan wasiat sesuai syara. 

Biaya kubur juga adalah salah satu hal utama yang harus dikeluarkan dari harta waris. Jika ternyata harta tidak cukup untuk membayar utang dan menunaikan wasiat, harus ada yang menanggung utangnya dan wasiat ditiadakan. Di sinilah letak pentingnya pengelolaan keuangan keluarga yang sistematis dan konsisten.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement