Senin 23 May 2016 20:23 WIB

Berkas Jessica 'Dipingpong', Pakar: Itu Hal Biasa

Rep: c39/ Red: Karta Raharja Ucu
Jessica Kumala Wongso (27)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Jessica Kumala Wongso (27)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkas perkara Jessica Kumala Wongso (27 tahun) sudah berkali-kali "dipingpong" dari Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Teuku Nasrullah, dikembalikannya berkas Jessica oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejati DKI kepada Kepolisian adalah hal normal.

Ia menjelaskan, sistem dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saat ini mendorong terjadinya bolak-balik perkara. “Ini karena KUHAP mengatur bahwa semua tindakan penyidikan hanya boleh dilakukan oleh penyidik, tidak boleh dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU),” kata dia menjelaskan, di Jakarta, Senin (23/5).

Jadi, kata dia, saat ini jaksa penuntut umum hanya memberikan penilaian atas hasil penyidikan dan kemudian memberi petunjuk untuk dilengkapi penyidik kepolisian. Karena itu, lanjut dia, bolak-balik perkara antara penyidik dari Polda Metro Jaya dan JPU Kejati DKI yang sampai empat kali itu adalah sesuatu yang normal.

“Tidak ada sesuatu yang salah di dalam hal itu. Kalau hasil penyelidikan belum lengkap, penuntut umum akan mengembalikan berkas itu kepada penyidik,” jelas dia.

Kendati terjadi bolak-balik berkas, kata dia, bukan berarti perkara tersebut tidak benar, tidak ada bukti, atau para penyidiknya tidak profesional. Perkara itu adalah tuduhan seseorang memasukkan racun ke dalam minuman korban. Namun, sekarang tidak ada satu bukti pun yang memperlihatkan adanya tindakan memasukkan racun tersebut.

“Fakta yang ada adalah ada orang meninggal karena keracunan habis minum kopi, berarti ada orang yang memasukkan (racun). Itu fakta. Apakah karena tidak ada orang yang melihat itu, polisi diam? Kan kita tidak ingin polisi diam,” jelas dia.

Selama ini, kata dia, polisi hanya mencoba untuk merangkai bukti-bukti tersebut. Tapi, ternyata menurut kacamata jaksa, bukti tersebut belum cukup. Menurut dia, bisa saja jaksa sangat yakin dengan sangkaan polisi tersebut, tetapi, yang namanya di pengadilan, harus dapat dibuktikan dengan berbagai bukti yang kuat. “Tidak boleh hanya dengan yakin, tapi harus dengan bukti-bukti yang bisa merangkai itu secara sempurna,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement