Senin 23 May 2016 20:22 WIB

Terkait Miras, Kemendagri Harus Lihat Berbagai Aspek

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Ratusan pegiat menggelar aksi tolak raperda miras di Solo, Jateng, Jumat (21/2). Dalam aksinya mereka menolak raperda Miras serta menuntut pelarangan penuh beredarnya miras karena dianggap dapat merusak bangsa.
Foto: ANTARA
Ratusan pegiat menggelar aksi tolak raperda miras di Solo, Jateng, Jumat (21/2). Dalam aksinya mereka menolak raperda Miras serta menuntut pelarangan penuh beredarnya miras karena dianggap dapat merusak bangsa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf tidak sependapat jika evaluasi Peraturan Daerah terkait Miras lantaran dinilai bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Yakni Perpres 74 Tahun 2013 dan Permendag Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Asep mengakui dua peraturan tersebut memang lebih longgar terhadap pengendalian miras, namun menurutnya daerah memiliki kewenangan untuk memperketat peredaran miras.

"Kalau kebijakan nasional hanya mengendalikan, jangan daerah lalu diwajibkan ikut. Karena ada daerah menilai tidak cukup hanya mengendalikan, tapi melarangnya, ini karena kondisi daerahnya," kata Asep saat dihubungi, Senin (23/5).

Terkait dievaluasinya Perda Miras, ia meminta Kemendagri jangan hanya mempersoalkan aspek yuridis dalam hal ini melampaui peraturan lebih tinggi. Karena menurutnya, kriteria produk hukum setidaknya memenuhi tiga syarat, yakni filosofis, sosiologis dan yuridis.

Menurutnya, dalam hal melihat Perda miras bertentangan dengan dua peraturan yang lebih tinggi, hanya dilihat dari aspek yuridis semata.

"Mendagri kan hanya melihatnya yuridis aja, bertentangan dengan Perpres dan Permendag aja, pdahal filosofis dan sosiologisnya nggak dilihat, harusnya dilihat semua kalau menguji sebuah Perda itu," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement