REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta berharap Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bisa mengevaluasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Hal ini terkait status Ahok selalu pihak tergugat terkait izin reklamasi di Pulau G, terutama dari asas-asas hukum lingkungan.
"Secara sederhana, Gubernur DKI Jakarta tidak cermat memperhatikan informasi yang sebenarnya sudah dihasilkan oleh lembaga kredibel perihal reklamasi," ujar perwakilan dari Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Fajri Fadhillah saat konferensi pers di Jakarta, Ahad (22/5).
Misalnya saja, informasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menyebut adanya kemungkinan ledakan alga sebagai dampak dari reklamasi. Sebanyak 13 aliran sungai yang bermuara di Teluk Jakarta akan mengandung pencemar biologis karena sungai tersebut tertutup oleh sekian banyak pulau hasil reklamasi.
Ledakan alga yang dimaksud adalah membludaknya jumlah fitoplankton. "Banyaknya pencemar biologis menyebabkan minimnya oksigen sehingga banyak ikan yang mati. Gubernur DKI tidak cermat memperhatikannya," kata Fajri.
Satu lagi dampak yang cukup berbahaya yakni terkait sedimentasi. Dia menyebut akan ada sedimentasi di bawah pulau buatan hasil reklamasi. Sedimentasi ini beragam, mulai dari pencemar biologis hingga logam berat.
Meski belum ada penelitian lebih lanjut, namun dia yakin reparasi akan membuat atau mengurung sedimentasi menjadi lebih parah. Ahok pun belum tahu pasti apa saja kandungan sedimentasi tersebut.
"Ketika informasi ini belum diketahui secara pasti, harusnya Gubernur DKI bisa menolaknya, bukan malah memberikan izin tersebut. Mungkin dampaknya tidak akan terasa di waktu-waktu dekat ini, namun di masa depan," kata Fajri.
Harusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperhatikan nelayan dan lingkungan hidup dalam pemberian izin reklamasi di Teluk Jakarta. Dia berharap putusan PTUN Jakarta pada Selasa (31/5) tak mengabaikan peran asas-asas hukum yang ada.