Jumat 20 May 2016 10:18 WIB

Bahas Sejumlah Kasus, Pimpinan KPK Temui Ketua MA

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif (kanan), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf (kedua kanan), bersama jajaran perwakilan POLRI dan Kejaksaan Agung saat rapat dengar pendapat dengan Komi
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif (kanan), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf (kedua kanan), bersama jajaran perwakilan POLRI dan Kejaksaan Agung saat rapat dengar pendapat dengan Komi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua KPK Laode M Syarif telah bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, guna membahas sejumlah kasus yang melibatkan beberapa oknum pegawai MA.

"Ada koordinasi. Seperti tadi malam, Pak Syarif ketemu dengan Ketua MA tanpa sepengetahuan anda," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/5).

Namun, Agus tidak menjelaskan isi pembicaraanya tersebut. Ia hanya mengatakan pertemuan itu terkait dengan dua kasus korupsi yang melilit tubuh MA yaitu kasus dugaan pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Satu kasus lainnya adalah dugaan tindak pidana korupsi terkait pengiriman putusan kasasi perkara korupsi pekerjaan pembangunan Dermaga Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur.

"Saya ingin kalau bicara kasus tidak dipisahkan dengan MA secara keseluruhan. Kita sedang mencari supirnya (supir Sekretaris MA, Royani). Itu juga dalam merangkaikan puzzle-nya, kan paniteranya sudah ada, pelaku-pelaku yang lain, pasalnya nanti kita gabungkan dan mengarah, oh mafia peradilan ini toh pelakunya," jelasnya.

KPK saat ini sedang mencari supir dari Sekretaris MA Nurhadi bernama Royani yang sudah dua kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga diduga disembunyikan.

"(Royani) masih dicari bahkan tadi malam ada pertemuan, tanyakan ke Ketua MA," ujarnya.

KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA.

"Kan didalami semakin didalami dan datanya makin hari makin ketahuan, akan sangat bagus kalau data kita sudah banyak," ungkap Agus.

KPK sudah mencegah Royani bepergian keluar negeri selama enam bulan ke depan sejak 4 Mei 2016. KPK juga sudah memasukkan Royani dalam daftar target operasi KPK.

KPK dalam perkara ini juga sudah mencegah Nurhadi dan "chairman" PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro keluar negeri selama enam bulan ke depan.

Eddy Sindoro juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting di kelompok usaha Lippo Group seperti Wakil Presiden Direktur dan CEO PT Lippo Cikarang Tbk, Presiden Komisaris PT Lippo Cikarang Tbk, Presiden Komisaris PT Pacific Utama Tbk, Komisaris PT Lippo Karawaci Tbk dan pimpinan sejumlah anak perusahaan lainnya.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/4) di Hotel Accacia Jalan Kramat Raya Jakpus dan mengamankan Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno.

Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara tingkat PK di PN Jakpus.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement