REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas mengatakan, kenaikan harga pangan menjelang bulan Ramadhan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Menurut dia, hal ini akan selalu menjadi tren setiap tahun selama produksi pangan tidak bisa ditingkatkan.
"Kenaikan harga pangan, khususnya nonberas, tidak bisa dihindari," kata Dwi, Kamis (19/5).
Dwi mengatakan, permasalahan kenaikan harga pada musim-musim tertentu seperti Ramadhan tidak bisa diselesaikan dalam jangka pendek. Dibutuhkan usaha jangka panjang agar bagaimana produktivitas pertanian dalam negeri bisa terus meningkat.
"Harga itu selama stok memadai, tidak akan bergejolak. Karena harga terbentuk dengan sendirinya," ucap dia.
Dia mengatakan, kenaikan harga pangan selain beras disebabkan karena para pelaku usaha dan para produsen ingin memanfaatkan momentum Ramadhan untuk mendapatkan keuntungan lebih. Selain itu juga karena ada tingginya permintaan dan permasalahan stok.
"Hal ini yang kemudian menciptakan psikologis pasar untuk menaikkan harga," ujarnya.
Dwi memprediksi, harga pangan yang akan terkendali hanyalah beras. Ini lantaran para petani padi sedang puncak musim panen. Selain itu, beras juga menjadi komoditas yang diatur pemerintah.