Rabu 18 May 2016 17:55 WIB

Kemendikbud Libatkan Pelajar SMK Bantu Cari Kerusakan Bangunan Sekolah

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Winda Destiana Putri
Salah satu gedung sekolah SD di Jabotabek yang masih rusak
Foto: Antara
Salah satu gedung sekolah SD di Jabotabek yang masih rusak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku merasa kesulitan untuk mengetahui data kerusakan bangunan Sekolah Dasar (SD) di daerah. Terlebih lagi data kerusakan per ruangan secara pasti di lapangan.

"Termasuk data akuratnya seperti kerusakan ringankah, sedang atau berat," kata Direktur Pembinaan SD, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen), Kemendikbud, Wowon Widaryat kepada wartawan, Jakarta, Rabu (18/5).

Wowon menerangkan, selama ini seringkali menemukan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk bisa mendapatkan biaya rehabilitas bangunan SD di daerah ke pusat.

Terkadang pendataannya acap dilebih-lebihkan seperti kerusakan kecil dilaporkan sedang. Atau, kerusakan bangunan sedang ditulis berat ke pusat.

Mengetahui hal tersebut, Kemendikbud pun mulai melibatkan pelajar SMK bidang konstruksi. Mereka bertugas untuk mendata bangunan SD yang rusak di daerah. Mereka juga akan diberikan tugas untuk merehabilitasi kerusakan yang ada di lapangan.

Saat ini, kata wowon, terdapat 611 SMK bidang konstruksi se-Indonesia. Selanjutnya ada enam ribu guru dan 24 ribu pelajar kelas XI bidang konstruksi.

Jika dihimpun pelajar yang sudah Ujian Nasional (UN) dan belum mendapatkan pekerjaan, angkanya mencapai 50 ribu pelajar. Sejauh ini mereka tengah mendata kerusakan bangunan di lapangan.

Menurut Wowon, upaya ini juga bertujuan untuk memperbaharui Data Pokok Pendidikan (Dapodik) terutama ihwal kondisi kerusakan sekolah secara terperinci.

"Dan kebetulan kita punya aplikasi tata kelola yang bisa dipasang di android. Aplikasi ini akan menunjunkkan keakuratan data, baik dari foto, ukuran dan kerusakannya berapa persen," ujar Wowon.

Kemudian bisa diketahui biaya yang diperlukan untuk mengkonstruksi kerusakan. Dengan kata lain, Indeks Kerusakan Konstruksi (IKK) akan kelihatan dengan jelas.

Dengan adanya data ini, Wowon mengatakan, tahun depan pemerintah pusat tidak akan meminta data bangunan sekolah yang rusak ke kabupaten/kota.

Pemerintah sudah memiliki data ini yang berarti akan memberikan biaya yang benar-benar dibutuhkan daerah dalam pengelolaan kerusakan bangunan SD.

Untuk bangunan rusak ringan, Wowon mengutarakan, hal ini masih bisa ditangani pemerintahan daerah. Begitu pula dengan kerusakan yang sedang masih dapat dikelola dinas pendidikan masing-masing.

"Yang berat itu yang perlu direvitalisasi. Kalau daerah tidak mampu baru kita bantu. Jadi jelas sasarannya," tegasnya.

Di kesempatan lain, Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Mustaghfirin Amin mengaku memang terdapat kerjasama antara Direktorat SD dengan SMK.

"Semua SMK yang membuka bidang keahlian konstruksi untuk melakukan maping dan membantu rehabilitasi SD di seluruh Indonesia," tambah dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement