Rabu 18 May 2016 12:08 WIB

Warga Reklamasi Sungai Ciliwung, Ahok: Mana Suara Aktivis?

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Esthi Maharani
 Petugas dibantu alat berat mengangkut sampah yang mengendap di Sungai Ciliwung Kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Ahad (3/4). (Republika/Raisan Al Farisi)
Petugas dibantu alat berat mengangkut sampah yang mengendap di Sungai Ciliwung Kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Ahad (3/4). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyusuri Sungai Ciliwung, Jakarta, pada Rabu (18/5) pagi. Ia pun menyebut warga telah melakukan reklamasi di sepanjang sungai. Padahal, sungai tersebut menjadi tempat untuk normalisasi agar Jakarta tak lagi banjir.

Ahok heran dengan adanya reklamasi di pinggir sungai. Ia mengaku lebih heran lagi karena tak ada LSM atau aktivis yang berkomentar atas reklamasi tersebut.

Ia pun membandingkannya dengan reklamasi di pantai utara Jakarta. Menurut dia, reklamasi pantai utara adalah proyek legal karena dilindungi keputusan presiden (keppres), sedangkan reklamasi warga di sepanjang sungai adalah ilegal. Celakanya, reklamasi sungai itu dijadikan lahan mencari uang karena lapak-lapak yang ada disewakan.

"Makanya ini yang selalu saya katakan, di mana suara aktivis ketika melihat Ciliwung direklamasi? Masih tidak ada komentar? Kalian lihat, enggak, tadi? Hampir seluruh Ciliwung itu direklamasi dengan tanah, dengan kayu, dengan sampah, kemudian membuat rumah-rumah untuk disewakan," katanya kepada wartawan seusai menyusuri Ciliwung, Rabu (18/5).

Selain itu, ia mengingat ketika dinilai tak berpihak kepada rakyat saat melakukan normalisasi Sungai Ciliwung di Kampung Pulo. Menurut Ahok, bangunan yang dirobohkan kala itu banyak yang dijadikan sebagai tempat usaha. Karena itu, ia yakin tak hanya menggusur tempat tinggal warga.

"Ketika kami merapikan Kampung Pulo, dikatakan saya hanya membela yang kaya. Ini ada 13 ruko kami bongkar. Ada sertifikat, ada IMB resmi. Karena tidak bisa masuk alat. Ini ada 13 ruko di sini, kami bongkar. Marah-marah sama saya orangnya. Saya katakan, ini demi untuk pembangunan, harus ada yang ngalah. Dia bilang ini kami sudah dagang sekian puluh tahun. Kami bilang enggak ada pilihan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement