Rabu 18 May 2016 07:03 WIB

Catatan 18 Tahun Reformasi: Antara Stagnasi dan Salah Arah

Red: M Akbar
Ubedilah Badrun
Foto:

Spirit gerakan mahasiswa 98 sesungguhnya adalah bagaimana mengakhiri diktatorisme otoriterianisme, mengakhiri rezim korup dan mengakhiri rezim oligarkis untuk kemudian berganti menjadi rezim demokrasi, rezim yang tidak korup, rezim yang mampu mensejahterakan rakyat dengan tetap menjunjung tinggi nilai nilai ideologi bangsa dan konstitusi UUDD 1945.

Kini, sudah 18 tahun berlalu, yang terjadi justru stagnasi dan salah arah dalam mengelola negara. Yang saya sebut stagnasi misalnya pada sektor ekonomi. Sejak 1998 angka kemiskinan tidak ada penurunan secara signifikan, angkanya masih kisaran 13-15 persen fluktuatif.

Justru yang naik adalah angka utang negara yang mencapai 3.200 triliun. Angka pertumbuhan juga masih stagnan pada kisaran 4-5 persen. Dengan data itu, artinya kesejahteraan rakyat sebagai cita-cita utama reformasi 98 hanyalah janji-janji palsu elite politik baru.

Stagnasi juga terjadi di bidang politik. Secara substansial, cita cita reformasi untuk mewujudkan demokratisasi berbasis ideologi bangsa juga tersandera oleh oligarki dan dominasi pemilik modal. Politik masa kini telah bergeser dari diktatorisme tetapi menuju wajah baru diktatorisme kolektif atau oligarki. Politik telah bergeser dari monokrasi politik menjadi industrialisasi politik.

Jangan tanya soal politik luar negeri berbasis ideologi sebagai negara dengan wajah politik bebas aktif? Pada titik ini, tidak lagi nampak politik bebas aktif yang memiliki wibawa kedaulatan.

Kini, yang terjadi adalah politik luar negeri pragmatis, yang penting dapat investasi (utang), dan nampak dominasi utang episode tahun ini cenderung berkiblat ke Tiongkok. Menambah utang terus menerus secara berlebihan. Ini yang penulis sebut salah arah mengelola negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement