Selasa 17 May 2016 18:35 WIB

‘Masa Depan Anak Korban Kejahatan Seksual Harus Jadi Perhatian’

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Di tengah wacana dikeluarkannya Perppu Pemberatan Hukuman yang memuat soal sanksi kebiri, Wakil Ketua Komisi 8 DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan nasib anak korban kejahatan seksual.

Menurut dia, upaya memperjuangkan pemberatan hukuman dan pengenaan pasal berlapis pada pelaku kejahatan seksual pada anak, memang baik untuk diberikan. Itu pun sebagai salah satu bentuk penguatan pemberian efek jera kepada pelaku.

Namun, di saat yang bersamaan pemerintah tak boleh abai pada hak korban kejahatan yang sudah menjadi amanah Undang-undang, hanya saja belum terlaksana. “Korban kejahatan seksual ini sudahlah mengalami kekerasan, harus pula menghadapi potensi mengalami trauma berkepanjangan dan bahkan bisa jadi berlangsung seumur hidup. Karenanya, mereka tak bisa menunggu pelaku kejahatan dihukum, tapi harus sesegera mungkin diberi pengobatan dan atau rehabilitasi baik secara fisik, psikis dan sosial juga pendampingan psikososial sejak awal diketahuinya kasus terjadi hingga pemulihan,” ujarnya, Selasa (17/5)

Sayangnya, menurut aleg FPKS ini, hak-hak korban belum terpenuhi secara maksimal hingga saat ini. Terutama, dalam hal mendapat pendampingan dalam pemulihan dan persoalan restitusi.

 

“Sarana, prasarana untuk menunjang proses rehabilitasi masih terbatas. Begitu pula tenaga pendamping psikososial bahkan sangat sedikit,” katanya. Padahal anak korban kejahatan seksual ini dalam skala nasional jumlahnya ribuan dan membutuhkan rehabilitasi dan pendampingan secara segera, intens, menyeluruh dan kontinyu sebagaimana diamanahkan dalam pasal 59A ayat 1 Undang-undang no 35 tahun 2014.” Papar Ledia

Karenanya, memperbaiki soal rehabilitasi dan pendampingan ini, menurut Ledia, semestinya juga menjadi prioritas pemerintah untuk menunjukkan keberpihakan pada hak korban.

Tak kalah pentingnya aleg asal dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini juga mengingatkan, soal restitusi yaitu pemberian ganti rugi dari korban kepada pelaku, sebagaimana tercantum dalam pasal 71D ayat 1 dan 2 Undang-Undang no 35 tahun 2014.

“Pasal ini memberi ruang hak restitusi bagi anak korban kejahatan untuk mendapat ganti rugi dari pelaku kejahatan. Namun, secara teknis untuk bisa terlaksana memerlukan peraturan pemerintah. Karena itu, saya meminta pemerintah segera melaksanakan amanah ini dengan menerbitkan PP mengenai restitusi,” katanya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement