REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi sampai saat ini belum bisa menghadirkan Royani, yang disebut-sebut sebagai supir sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.
Padahal, KPK telah dua kali menjadwalkan pemeriksaan kepadanya, namun yang bersangkutan tak pernah hadir tanpa disertai keterangan. KPK pun menduga, ada upaya Royani sengaja disembunyikan.
Menanggapi hal tersebut, Mahkamah Agung membantah jika pihak yang dimaksud menyembunyikan berasal dari MA. Sebagaimana diungkapkan Juru Bicara MA, Suhadi saat dikonfimasi terkait hal tersebut pada Senin (16/5).
"Tidak pernah kami menyembunyikan, toh kan ada alamatnya ya langsung saja," ujar Suhadi saat dihubungi.
Ia mengatakan, pihaknya juga tidak tahu menahu kenapa yang bersangkutan mangkir dalam dua kali pemanggilan oleh KPK. Ia pun mempersilahkan KPK jika ingin melakukan pemanggilan paksa kepada Royani.
Suhadi menjamin, MA tidak akan menghalangi-halangi. "Intinya MA nggak pernah menghalangi, silahkan saja kalau mau panggil atau mau proses, silahkan saja, kalau kewenamgan KPK, kami tidak mau ikut campur," katanya.
Diketahui, atas hal tersebut KPK tengah berupaya menghadirkan Rohani untuk dimintai keterangannya terkait kasus dugaan suap penanganan perkara peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Termasuk rencana penjemputan paksa, mengingat ia telah dua kali mangkir pemanggilan KPK.
"Tergantung penyidik (penjemputan paksa) tapi saat ini penyidik sedang melakukan upaya-upaya lain untuk bisa menghadirkan saksi tersebut," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta.
Menurut Yuyuk, berbagai upaya untuk menghadirkan Royani tersebut lantaran kesaksian Rohani dinilai penting guna pengembangan kasus tersebut. Royani ditengarai merupakan orang terdekat dari Nurhadi, yang juga sudah digeledah dan dicegah oleh KPK.
Diketahui, KPK sendiri sudah mengajukan surat pencegahan terhadap Royani ke Direktorat Jenderal Imigrasi per 4 Mei 2016 dan berlaku untuk 6 bulan ke depan demi kepentingan penyidikan.
Dalam kasus suap PN Jakpus, diketahui KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Tak hanya itu, KPK juga sampai menggeledah ruang kerja dan kediamaan pribadi Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi yang diduga terkait kasus tersebut. KPK juga telah mencegah Nurhadi berpergian ke luar negeri, meski begitu pemanggilan kepada Nurhadi belum dilakukan hingga saat ini.