Senin 16 May 2016 14:09 WIB

Anggota DPRD DKI Bantah Ancaman Deadlock Soal Raperda Reklamasi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Karta Raharja Ucu
Suasana pulau C dan D Reklamasi di pantai Utara Jakarta, Rabu (11/5)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Suasana pulau C dan D Reklamasi di pantai Utara Jakarta, Rabu (11/5)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak sampai dua jam, Bestari Barus berada di gedung KPK, Senin (16/5). Mengenakan kemeja batik merah, anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Nasdem ini keluar gedung KPK pukul 11.50 WIB, dari masuk sekitar pukul 10.00 WIB. Ia diperiksa saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta untuk tersangka Ariesman Widjaja.

Kepada awak media, ia mengaku tidak banyak dicecar pertanyaan oleh penyidik KPK. Menurut dia, penyidik menanyakan terkait alotnya pembahasan dua Raperda tersebut.

"Masalah tidak kuorum (pembahasan Raperda) saja," ujar Bestari di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/5).

Kepada penyidik, ia menjelaskan maksud tidak kuorumnya pembahasan Raperda reklamasi lantaran tidak dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota DPRD DKI. Namun, ia sendiri mengaku selalu menghadiri rapat pembahasan tersebut.

Sementara terkait keterkaitan dengan Ariesman Widjaja, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Bestari yang duduk di Komisi D DPRD DKI itu juga mengaku tidak mengenal sosok Ariesman. "Iya ditanya (soal Ariesman), tapi kan saya tidak kenal," ujar Bestari.

Selain itu, Bestari juga membantah terkait ancaman deadlock dari DPRD kepada Pemprov DKI jika kontribusi tambahan tetap harus ada. Hal ini menyusul, pernyataan staf khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja yang menyebut DPRD mengancam akan membuat buntu pembahasan raperda jika kontribusi tambahan tetap harus ada.

"Tidak ada. Tidak ada. ‎Hanya memang beberapa tidak setuju. Kemudian ketidakhadiran (tidak kuorum) karena  ada hal-hal yang lain," ujarnya.

Selain Bestari, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua anggota DPRD DKI Jakarta lainnya, yakni Zainuddin MH dari fraksi Golkar dan Yuke Yurike dari fraksi PDI Perjuangan. "Mereka akan diperiksa untuk tersangka AWJ (Ariesman Widjaja)," ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (16/5).

Diketahui, dalam kasus ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka yakni Anggota DPRD DKI Jakarta yang juga sebelumnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan pegawai PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.

Adapun kasus ini berawal ketika KPK menangkap tangan M Sanusi yang diduga menerima uang suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja guna memuluskan pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.

Ariesman menyuap Sanusi melalui Trinanda dengan uang senilai Rp 2 miliar yang dipecah dalam dua kali pengiriman masing-masing Rp 1 miliar. Saat pengiriman kedua, KPK menangkap Sanusi dan langsung mengejar Ariesman yang saat itu belum diketahui posisinya. Namun, tak beberapa lama Ariesman pun menyerahkan diri kepada KPK pada Jumat (1/4) pukul 20.00 WIB

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa Rp 1 Miliar dan 140 juta. Uang tersebut terdiri atas 11.400 lembar pecahan uang Rp 100 ribu dan uang dollar USD 8.000 yang terbagi atas uang USD 100 sebanyak 80 lembar.

KPK menyangka M. Sanusi dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHPidana.

Sementara itu, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Terakhir, untuk Trinanda Prihantoro, KPK menyangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement