Jumat 13 May 2016 01:25 WIB

Zulkifli Hasan: 'Palu Arit' di Eropa Sudah Jadi Suvenir

Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan
Foto: ist
Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan"palu arit" sebagai lambang komunis di tanah kelahiran ideologi itu di Eropa Timur sudah menjadi suvenir (cinderamata).

"Di negara aslinya sudah jadi suvenir, bukan ideologi lagi, karena kaos atau barang-barang berlogo palu arit itu sudah langka," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap masyarakat untuk tidak bersikap reaktif menyikapi kasus "palu arit" akhir-akhir ini, karena "palu arit" sebagai ideologi sudah ditinggalkan di Eropa Timur.

"Jangan berlebihan, karena urusan kita juga banyak, kesejahteraan masyarakat, korupsi, darurat narkoba," ujarnya.

Dalam acara yang dihadiri ratusan mahasiswa, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, dan sejumlah anggota MPR Dapil Jawa Timur, seperti Eko Patrio, itu ia mengingatkan kemungkinan ideologi komunis bangkit kembali perlu diwaspadai dengan penerapan Pancasila dalam kehidupan.

"Tahun 1960-an, Bung Karno sudah berpidato di hadapan Sidang Umum PBB. Beliau menyatakan kami tidak ikut ideologi Barat (kapitalimes/liberalisme) dan Timur (sosialisme/komunisme), kami mempunyai ideologi negara sendiri yakni Pancasila," jelasnya.

Setiba di Tanah Air, Bung Karno ditanya tentang Pancasila itu. "Kalau disimpulkan dalam satu kata, Pancasila adalah kasih sayang. Kalau dirinci dalam beberapa kata, Pancasila adalah kasih sayang, kekeluargaan, gotong rotong, dan musyawarah untuk mufakat," katanya, mengutip pernyataan Bung Karno.

Selain Pancasila, pilar kebangsaan lainnya yang penting adalah Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.

"Bhinneka Tunggal Ika itu keniscayaan bahwa kita memang berbeda-beda karena ada ribuan etnis, ratusan bahasa, tradisi, dan sebagainya. Justru keragaman itu dapat menjadi sumber kekuatan dan kreativitas," imbuhnya.

Terkait NKRI, Zulkifli Hasan menyebutkan Indonesia sebagai negara kesatuan itu memberi peluang siapapun untuk hidup dimanapun dengan hak yang sama.

"Contoh gampangnya, Presiden Joko Widodo itu kelahiran Surakarta, tapi dia bisa menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden," jelasnya.

Mengenai UUD 1945, ia menyatakan ada dua hal penting yakni sistem bernegara dan sistem ekonomi. Untuk sistem ekonomi, Indonesia mengenal ekonomi kerakyatan.

"Artinya, semua yang ada di Bumi Indonesia adalah untuk kemakmuran rakyat, namun kita memang masih menghadapi masalah keadilan," tegasnya.

Untuk mengembalikan Empat Pilar Kebangsaan itu menjadi perilaku sehari-hari, ia mengatakan MPR bersama Presiden sepakat untuk 'meluruskan' penyimpangan Empat Pilar itu melalui GBHN agar siapapun pemimpin Indonesia dan situasi otonomi pun tetap mengacu pada GBHN.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement