Kamis 12 May 2016 19:49 WIB

Soal Dugaan Kunker Fiktif DPR, KPK: Kita Lihat Temuan BPK

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari terlebih dahulu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR. Sebab diketahui, dari kunker fiktif itu, negara dirugikan hingga mencapai Rp 945 miliar.

"KPK akan melihat hasil temuan itu dulu, karena sejauh ini baru melihat dari pemberitaan saja," kata Pelaksaan Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Kamis (12/5)

Adapun dugaan kunker fiktif ini merupakan hasil temuan BPK yang berasal dari laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses anggota DPR.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto menilai menilai adanya temuan kunker fiktif senilai hampir satu triliun rupiah tersebut menunjukan bukti buruknya tata kelola anggaran DPR.

Hal itu bukan tanpa alasan, lantaran modus yang digunakan adalah banyaknya anggota DPR yang tidak melaporkan hasil kunjungan kerja baik laporan keuangan maupun laporan kegiatan. Padahal semestinya, alur pertanggungjawaban seharusnya, anggota melaporkan kepada Sekjen DPR dan kemudian dilakukan audit.

"Ini membuktikan kelemahan internal DPR dalam transparansi dan akuntabilitas yaitu seharusnya Sekjen memaksa anggota, melalui Fraksi atau Komisi untuk melaporkan. Kelemahan ini juga tanggungjawab Sekjen DPR," kata Yenny.

Selain itu, ia juga menilai temuan ini menunjukkan bahwa anggota DPR tidak berkomitmen dalam laporan Kunker. Hal ini makin menguatkan bahwa kunker dilakukan hanya untuk plesiran semata

"Dan ini adalah pemborosan anggaran," tegasnya.

Lantaran itu, pihaknya mendorong KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK ini dibawa ke proses hukum. Selain itu juga mendesak moratorium dan reformasi anggaran di DPR. Pasalnya, metode keuangan kunker berupa lumsum harus dirubah karena model tersebut tidak akuntabel dan menguntungkan anggota DPR.

"Juga minta agar fraksi menghukum anggotanya yang tidak melaporkan hasil kunker berupa laporan keuangan dan program," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement