REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Perempuan Adriana Veny mengatakan hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual akan berpengaruh pada angka kekerasan terhadap perempuan. Adriana mengatakan selama ini hukuman untuk pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan jauh dari batas hukuman maksimal.
"Tidak ada efek jeranya, di dalam Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual hukuman yang diusulkan cukup berat, kalau misalnya penyiksaan seksual hukumannya 20 tahun, kalo misalnya sampai korbannya dibunuh hukumannya bisa sampai seumur hidup," kata Adriana saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/5).
Adriana mengatakan dalam usulan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Komnas Perempuan mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan anti-penyiksaan. Adriana menjelaskan Komnas Perempuan sudah meretifikasi deklarasi Undang-undang HAM dan anti-penyiksaan.
Karena itu, dia menambahkan Komnas Perempuan tidak mengusulkan hukuman mati untuk pelaku dalam usulan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Adriana mengatakan Komnas Perempuan menganggap hukuman mati adalah hukuman yang tidak manusiawi dan melanggar prinsip anti-penyiksaan. "Kami tidak mengusulkan hukuman mati, tapi cukuplah seumur hidup," katanya.
Adriana mengatakan hukuman mati akan berdampak pada keluarga pelaku. Menurutnya dengan begitu keluarga yang dihukum mati juga akan mengalami trauma.
Dalam siaran pers Sekretaris Kabinet, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Rapat Terbatas (Ratas) untuk mempertajam pembahasan tentang pencegahan dan penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/5) Siang.
“Pastikan bahwa anak-anak kita mendapatkan perlindungan. Berikan layanan pengaduan yang gampang diakses dengan mudah. Kejar dan tangkap segera pelaku dan tuntut dengan hukuman yang seberat-beratnya,” kata Presiden Joko Widodo dalam pengantar Ratas di Kantor Presiden.