REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Data Bersatu Agus Herta mengatakan dalam sejarah Partai Golkar banyak ketua umum Partai Golkar melakukan rangkap jabatan sehingga isu tidak boleh rangkap jabatan dinilainya tidak akan efektif.
"Menjelang pelaksanaan Munas atau Munaslub, banyak isu yang beredar termasuk isu soal larangan rangkap jabatan," kata Agus Herta, Rabu (11/5).
(Baca juga: Diam-Diam Gelar Pertemuan, Akom Terancam Disidang Komite Etik Golkar)
Menjelang pelaksanaan Munaslub saat ini, kata dia, wajar jika banyak bermunculan isu di sekitar para calon ketua umum. Agus menilai, isu larangan ragkap jabatan adalah bentuk kampanye negatif kepada Ade Komarudin yang menjabat sebagai Ketua DPR RI. Namun, Agus Herta memprediksi, isu rangkap jabatan tersebut tidak efektif untuk menggerus dukungan kepada Ade Komarudin.
Apalagi dalam sejarah Partai Golkar banyak ketua umum partai tersebut melakukan rangkap jabatan di lembaga negara. Agus mencontohkan, ketua umum Partai Golkar Wahono, Harmoko, dan Akbar Tandjung, melakukan rangkap jabatan sebagai ketua umum Partai Golkar juga menduduki jabatan ketua DPR RI. Bahkan, Jusuf Kalla ketika menjadi ketua umum Partai Golkar dia juga menduduki jabatan sebagai wakil presiden.
"Cuma Aburizal Bakrie yang tidak melakukan rangkap jabatan," katata.
Menurut Agus, rangkap jabatan ketua umum Partai Golkar dan ketua DPR RI justru dapat menguntungkan Partai Golkar.
"Jika ada Komarudin terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar, dari sisi politik akan menguntungkan partai," katanya.
Partai Golkar akan menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) di Bali, pada 15-17 Mei 2016.