REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai partai politik (parpol) masih tertutup dan jauh dari transparansi soal anggaran dan keuangan partai. Ketertutupan anggaran parpol ini berpotensi memicu terjadinya gratifikasi di tubuh partai.
Peneliti Politik Anggaran Fitra Gurnadi Ridwan mengatakan informasi laporan keuangan partai politik susah untuk didapatkan. Ini dikarenakan biaya politik yang sangat tinggi menuntut parpol mencari sumber dana dari berbagai pihak. Padahal, kata dia, biaya politik yang tinggi berkonsekuensi mahalnya biaya kontestasi politik nasional-daerah bahkan dalam internal partai sendiri.
"Kondisi mahalnya biaya politik disinyalir diduga karena partai politik sendiri tidak pernah transparan dan akuntabel dalam pengelolaan laporan keuangan," ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (11/5).
Laporan keuangan dari bantuan APBN atau APBDD, iuran internal atau sumbangan pihak ketiga. Kondisi ini terus dibiarkan sehingga tidak mampu menetaskan politik yang menyejahterakan. Sumbangan mahar Rp 1 miliar oleh calon ketua umum Golkar menjadi salah satu contohnya. Sebelumnya bahkan pada Kongres Demokrat yang akhirnya terbongkar, karena politik uang yang diduga dari hasil korupsi proyek hambalang.
"Padahal tranparansi dan Akuntabilitas adalah kewajiban parpol, yang diatur dalam Undang-Undang Parpol No. 2 tahun 2011," ujar dia. Parpol juga wajib menyampaikan hasil audit penerimaan dan pengeluaran partai politik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Karena itu Fitra telah berupaya menuntut transparansi dan akuntabilitas keuangan Parpol, ke semua parpol peserta pemilu. Namun faktanya informasi keuangan parpol susah untuk didapat, bahkan parpol masih sangat tertutup dalam hal ini.