Selasa 03 May 2016 14:33 WIB

Gawat... Tenaga Kerja Indonesia Sulit Bersaing di Era MEA

Rep: c37/ Red: Joko Sadewo
Menko Perekonomian Darmin Nasution
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menko Perekonomian Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai tenaga kerja Indonesia sulit untuk bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kondisi ini karena pendidikan di Indonesia belum relevan dengan standar kompetensi yang dibutuhkan dalam profesi.

"Belum siap MEA. Harus tenaga kerja itu dimulainya dari yang terdidik. Engineer, perawat, semestinya banyak. Tapi dia bisa bersaing ngga, dia punya sertifikatnya (kompetensi)?" kata Darmin Nasution, di Universitas Negeri Jakarta, Selasa (3/5).

Sertifikasi kompetensi, menurut dia, sangat diperlukan untuk profesi. Persoalannya, menurut Darmin, pendidikan di Indonesia tidak link and match (berkaitan dan sesuai) dengan kompetensi dunia usaha.

Dalam sistem yang dianggap teruji, kata Darmin, persoalan link and match antar pendidikan dan profesi diperlukan untuk standar kompetensi. Pihak yang membuat adalah asosiasi industri bersangkutan, bukan pemerintah. "Terus terang sertifikasi bukan pemerintah yang mengeluarkan, itu mekanisme yang harus ada di perekonomian,"kata Darmin.

Penyusunan standar-standar kompetensi berjalan sangat lambat. Penyebabnya, pihak asosiasi yang seharusnya menyusun, belum merasakan urgensi untuk menyusun standar tersebut.

"Dan mereka belum merasa urgen. Ada MoU kemarin antara Kadin dengan kementerian supaya Kadin mengajak asosiasi-asosiasinya segera menyusun dan itu susah menyusunnya. Harus mampu menyusunnya dalam satu industri, jasa, perbankan, pertambangan, manufacturer ada puluhan ribu. Dan perlu dirumuskan jenis per jenis," jelas Darmin.

Nantinya, lanjut dia, dalam membuat syarat kompetensi tersebut, industri profesi akan mengelompokkan tingkat kompetensi maksimum sebanyak 9 level. Level terbawah atau level 1 merupakan operator, level 5 setara dengan D3, dan level teratas setara dengan S3. Namun, standar tersebut akan berbeda untuk masing-masing industri.

Dengan kondisi belum ada tolak ukur, Darmin menilai belum ada industri yang benar-benar siap menghadapi MEA. "Industri yang sudah siap? Susah dijawabnya karena kita sendiri belum punya alat ukurnya. Ini mereka harus dibangun dulu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement