REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa indeks harga konsumen (IHK) bukan april mengalami deflasi sebesar 0,45 persen. Hasil ini dianggap bagus untuk menentukan inflasi di akhir tahun di angka 4 persen.
Meski demikian, BPS memperkirakan bakal ada kenaikan atau inflasi di bulan Mei. Salah satu penyebabnya adalah kemungkinan kenaiakan tarif dasar listrik yang akan dinaikan pada bulan Mei.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, adanya kenaikan tarif listrik tersebut diperkirakan akan menyebabkan inflasi pada Mei 2016.
"(Deflasi) Sepertinya bakal susah karena Mei ada kenaikan tarif listrik. Masa-masa libur juga sudah lewat," kata Sasmito di gedung BPS, Senin (2/5).
Dia berharap, inflasi pada Mei tidak akan lebih besar dari bulan-bulan sebelumnya. Dengan adanya deflasi pada April, bisa mencegah inflasi yang tinggi di bulan Mei.
"Kita berharap inflasi kecil saja," kata Sasmito
Sebelumnya, awal April pemerintah baru saja menurunkan tarif listrik bagi 12 golongan tarif. Sayangnya, penurunan tarif sebesar Rp 8 per kwh hingga Rp 12 per kwh tidak bertahan lama. Sebab pemerintah berencana kembali meniakan tarif dasar listrik.
Kenaikan tersebut didasari atas kenaikan harga minyak dunia yang berada di kisaran USD 40 per barel. Kenaikan yang terjadi selama tiga bulan inilah yang memicu kenaikan tarif.