REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya dan penanggulangan bencana, Pemkab Sleman pun menambah jumlah kampung siaga bencana (KSB). Adapun KSB yang baru ditetapkan berlokasi di Desa Tamanmartani, Kalasan pada Kamis (28/4).
Sebelumnya, Pemkab Sleman telah membentuk dua KSB. Antara lain Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan dan Desa Wukirharjo Kecamatan Prambanan. Selain itu Pemkab setempat juga membentuk empat rintisan kampung siaga bencana, yaitu di Desa Tegaltirto, Desa Harjobinangun, Desa Merdikorejo, dan Desa Wonokerto.
Setelah diawali dengan simulasi bencana gempa bumi, Pemkab Sleman mengukuhkan 60 orang tim KSB. Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Untung Sukaryadi mengatakan, maksud pembentukan KSB di Desa Tamanmartani yakni untuk memberikan perlindungan kepada penduduk dengan cara menyelenggarakan penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
“Pembentukan KSB ini bertujuan agar masyarakat dapat secara mandiri siap siaga bila sewaktu-waktu bencana terjadi. Di antaranya dengan melakukan koordinasi tim KSB yang sudah dibentuk dan memanfaatkan potensi yang ada dalam penanggulangan bencana,” kata Untung pada pengukuhan KSB.
Ia juga menuturkan, KSB yang dibentuk dilengkapi dengan gardu sosial sebagai tempat pertemuan dan koordinasi rencana tindakan yang akan dilakukan tim KSB. Termasuk sebagai tempat menyimpan dokumen kebencanaan.
Adapun lumbung social yang disediakan sebagai tempat penyimpanan bantuan logistik serta penyimpanan shelter kit berupa tenda, matras, dan velbed. Sementara untuk bantuan logistik makanan ada batas kedaluwarsanya.
“Maka itu kami harap warga melaporkan kepada Dinas Sosial jika menemukan bantuan makanan yang sudah melewati masa kadaluwarsa," kata Untung.
Sementara itu, Bupati Sleman Sri Purnomo menyampaikan, Kabupaten Sleman merupakan kawasan rawan bencana. Sehingga masyarakat harus tangguh dan siap menghadapi bencana. Bahkan menurutnya pembinaan dan pembentukan KSB mutlak diperlukan di wilayah Kabupaten Sleman.
”Masyarakat merupakan penerima dampak langsung dari bencana dan sekaligus sebagai pelaku pertama yang akan merespons bencana di sekitarnya. Maka masyarakat perlu dibekali keterampilan pemberdayaan agar tidak hanya siap menghadapi bencana, tapi juga tangguh menanggulanginya," kata Sri.
Ia menyampaikan bahwa KSB merupakan metode pendekatan penanggulangan bencana berbasis masyarakat untuk mengubah pola pikir dan pola tingkah laku. Sehingga masyarakat mampu mengelola kerentanan ancaman dan resiko di wilayahnya sesuai potensi lokal melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penyelenggaraan, dan pengendalian.
”Selain mengembangkan kampung siaga bencana, saya berharap agar berbagai pemangku kepentingan turut serta menguatkan kapasitas lokal karena penanggulangan bencana harus dilakukan sinergis antara masyarakat, pemerintah dan swasta," tutur Sri.