Senin 25 Apr 2016 05:10 WIB

Walhi Sebut Moratorium Reklamasi Belum Jawab Tuntutan Nelayan

Rep: C35/ Red: Achmad Syalaby
Ribuan nelayan bersama LSM melakukan aksi simbolis dengan menyegel pulau G proyek reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ribuan nelayan bersama LSM melakukan aksi simbolis dengan menyegel pulau G proyek reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta menilai keputusan moratorium reklamasi belum menjawab tuntutan dan kegelisahan masyarakat dan nelayan. Mengingat dampak reklamasi Teluk Jakarta yang merupakan kawasan strategis nasional dan kawasan sumber mata pencaharian para nelayan. 

Penghentian reklamasi tersebut pada awalnya dikeluarkan  oleh DPR RI bersama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kemudian menjadi hasil kesepakatan pertemuan lintas sektoral antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diprakarsai oleh Kementrian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya. 

Walhi Jakarta menggarisbawahi posisi Teluk Jakarta yang merupakan kawasan strategis nasional seperti yang tertuang dalam PP No. 26 Tahun 2008 dan dilanjutkan dengan PerPres No.122 Tahun 2012 dan turunannya mengatur bahwa Kewenangan Reklamasi dengan luasan izin lokasi 25 Ha dan Pelaksanaan Reklamasi dengan luasan >500 Ha berada di tangan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Hal itu karena status kawasan yang merupakan kawasan stategis nasional.

"Itu mengisyaratkan bahwa seluruh kegiatan yang berada dalam kawasan tersebut termasuk reklamasi memberikan impilkasi secara nasional," kata Puput TD Putra, Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta melalui siaran resmi yang diterima Republika.co.id, Ahad (24/4).

Putra melanjutkan, perlu kehati-hatian dalam melaksakannya. Terutama imbasnya terhadap kehidupan masyarakat lokal dan regional di sekitar Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabotabekpunjur).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menurut Putra telah menyalahi aturan, dengan menerbitkan izin reklamasi melalui SK Gub.DKI No. 2238 Tahun 2014 tanpa melalui pembuatan dan pengesahan Perda Zoonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil  dan Perda Tata Ruang Kawasan Srategis Pantai Utara Jakarta terlebih dahulu.

Disisi lain jika dilihat dari persprektif lingkungan, proses pembuatan dan pengkajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilakukan secara parsial oleh pengembang yang dibantu oleh Konsultan serta direstui oleh Pemprov DKI, Walhi menilai hal ini merupakan suatu penghianatan terhadap komitmen pelestarian dan perlindungan Lingkungan Hidup. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement