REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setelah rapat maraton selama empat hari, Formatur Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menunjuk Arsul Sani sebagai Sekjen mendampingi M Romahurmuziy (Romy). Pilihan terhadap Sekjen ini berlangsung alot karena beberapa formatur mempunyai konsep tersendiri siapa figur yang pantas duduk sebagai sekjen. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya jabatan Sekjen dipercayakan kepada anggota Komisi III Arsul Sani.
Arsul sani lahir di Pekalongan, Jawa Tengah 8 Januari 1964. Bapaknya almarhum H. Abdullah Fadjari, merupakan Ketua DPC PPP Kabupaten Pekalongan dua periode dan salah satu deklarator PPP Jawa Tengah. Ibunya, Hj. Rodhiyah merupakan guru TK Aisyah Pekajangan Kabupaten Pekalongan.
Arsul memulai pendidikan di SD Muhammadiyah II Pekalongan. Selanjutnya menempuh pendidikan di SMPN I Pekalongan dan SMAN Pekalongan. Menempuh studi S1 Fakultas Hukum UI, kemudian School of Law & Legal Practice, University of Technology, Sydney - Australia; Glasgow School of Business & Society, Glasgow Caledonian University.
Semasa kuliah menjadi aktivis HMI dengan jabatan Ketua Komisariat HMI Fakultas Hukum UI (1985) dan Sekretaris Umum Korkom UI (1986-1987).
Usai kuliah, Arsul menekuni dunia advokat, dimulai saat menjadi staf di Gani Djemat and Patners, sebuah Firma Hukum yang sekarang dipimpin Humphrey Djemat. Arsul juga pernah menjadi Pengacara Publik di LBH Jakarta yang membela para aktivis Islam yang ditangkapi pasca peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1980-an.
Arsul juga pernah menjabat Sekretaris Umum Yayasan Asrama Pelajar Islam (YAPI) 1996-2003; Ketua Badan Pengawas YAPI. Yayasan ini didirikan oleh para tokoh Masyumi dan PII seperti Alm. Prawoto Mangkusasmito, Anton Timur Djaelani, Wartomo Dwijoyuwono, Joesdi Gozali, Ismael Hasan, Hariri Hadi.
Setelah sekian tahun menekuni dunia professional, pada Pemilu 2009 Arsul Sani yang berasal dari keluarga PPP tercatat sebagai caleg PKS dari Dapil Jateng X. "Saya jadi caleg PKS karena dilamar oleh DPP, mereka datang ke rumah melamar secara resmi. Sementara dari PPP tidak ada yang mengajak. Ketika jadi caleg PKS, saya dikritik Bang Buyung (Adnan Buyung Naustion) serta diprotes adik saya," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (24/4).
Nasib jualah yang memisahkan Arsul dengan PKS ketika dirinya tidak terpilih pada Pemilu 2009. Tidak mau mengulangi kesalahan sebelumnya, elite PPP hasil Muktamar VII Bandung 2011 mendekati Arsul Sani, hingga akhirnya bersedia menjadi Ketua LBH PPP. Selanjutnya, pada Pemilu 2014 dia maju sebagai caleg dan terpilih menjadi anggota legislatif.
Peneliti Forum Kajian Islam dan Politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, M Affan Hasyim mengatakan, terpilihnya Arsul Sani sebagai Sekjen PPP merupakan keuntungan besar bagi parpol berlambang kakbah tersebut. Sebab, Arsul cukup familiar di publik karena sering tampil di media. "Secara popularitas cukup bagus, citra PPP di publik bertambah bagus," kata Affan Hasyim.
Ditambah lagi Arsul merupakan aktivis HMI semasa kuliah sehingga bisa memperkuat jaringan PPP di KAHMI. Mengenai keterwakilan unsur di posisi Sekjen PPP, menurut Affan sudah tidak relevan dipertentangkan lagi. Sebab, kalau persoalan unsur terus dijadikan alasan, maka PPP tidak akan besar. Keterwakilan Unsur bisa menempati posisi strategis lainnya, seperti jabatan Waketum.
"Untuk meraih target tiga besar, PPP harus menjadi partai dengan manajerial modern dan tidak lagi tersekat-sekat oleh kepentingan kelompok," bebernya.
Lalu dia mencontohkan, saat PPP dipimpin SDA-Irgan yang memadukan unsur NU-MI. Hasilnya, pada Pemilu 2009 suara PPP turun drastis dan hanya mendapatkan 38 kursi. Sebaliknya, ketika PPP dipimpin SDA-Romy yang mewakili unsur NU-NU justru perolehan suara PPP naik dengan mendapatkan 39 kursi. Hal ini menandakan bahwa persoalan perwakilan Unsur di PPP, bukan lagi menjadi isu mainstream.