Jumat 22 Apr 2016 22:45 WIB

PTUN Tolak PK Warga Terdampak Bandara Kulonprogo

Rep: Yulianingsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menghadang tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan melakukan pendataan dan pengukuran lahan Bandara Kulonprogo di Glagah, Temon, Kulonprogo, DI Yogyakarta, Selasa (16/12).
Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menghadang tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan melakukan pendataan dan pengukuran lahan Bandara Kulonprogo di Glagah, Temon, Kulonprogo, DI Yogyakarta, Selasa (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ratusan warga terdampak pembangunan Bandara Internasional DI Yogyakarta (DIY) di Kulonprogo yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) harus menelan rasa kecewa. Setelah pengajuan gugatan teradap ijin penggunaan lahan (IPL) yang dlakukan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X kalah pada kasasi, kini permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DIY.

Berkas perkara PK yang diajukan warga terdampak bandara tersebut tidak diproses oleh PTUN DIY. Kepala Humas PTUN DIY Umar Dhani mengatakan, pihaknya hanya mengikuti mekanisme peradilan saja. "Kita mengikuti aturan dan mekanisme yang ada," ujarnya, Jumat (22/4).

Berkas PK WTT atas IPL bandara diajukan ke PTUN DIY, Kamis kemarin. Diakui Umar Dhani, berdasar Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 2/2016 yang terbit 4 Februari 2016 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pada Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 19 menyebutkan kasasi merupakan akhir dari proses hukum, yang artinya tidak ada upaya hukum luar biasa berupa PK.‬

Karena ketentuan tersebut maka pengajuan PK tidak akan diproses. Sebab, kasasi merupakan hasiil akhir dari proses hukum dan keputusan kasasi sudah keluar.

Kuasa hukum WTT dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli mengatakan sangat kecewa dengan sikap PTUN tersebut.

"PTUN justru melakukan perlawanan hukum dan  memberangus hak warga negara memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan. Ini namanya lembaga negara menjegal hak warga mencari keadilan," ujarnya.

Menurutnya  Perma 2/2016 bertentangan dengan perundangan yang tingkatannya lebih tinggi. Sebab proses hukum PK sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) MA Nomor 14 Tahun 1985, UU PTUN Nomor 5 Tahun 1986, dan UU Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009.‬

"Pengajuan PK yang kita lakukan sudah sesuai koridor hukum," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement