REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR, Rieke Diah Pitaloka, merespons kritikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait calon independen pada Pilkada DKI Jakarta. Ia menjelaskan, penggunaan meterai dalam memberikan dukungan tidak dimaksudkan memberatkan calon perseorangan karena ide itu muncul untuk melindungi hak suara masyarakat.
"Tidak dapat dimungkiri, ada oknum-oknum yang mencari celah dalam kesempitan dengan menjual KTP," katanya, di Jakarta, Jumat (22/4).
Diah menjelaskan, bisa saja ada oknum yang menjual KTP di kelurahan sehingga diperlukan meterai untuk memberikan kekuatan hukum pada masyarakat yang mendukung calon perseorangan.
Terkait kritikan Ahok menyikapi kebijakan itu, Rieke meminta Ahok tidak perlu memikirkan akan mengeluarkan biaya besar. "Jika masyarakat murni mendukung, pasti tidak akan ada masalah mereka membeli meterai demi pemimpin yang sesuai hati nuraninya," ujarnya. Menurut dia, apabila masyarakat memberi dukungan dari hati, mereka pasti rela membeli meterai untuk memberikan dukungan.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai sikap Ahok yang mengancam ingin tidak mengikuti pilkada serentak tahun 2017 terlalu reaktif karena perubahan dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih berupa rancangan.
"Pak Ahok tidak perlu terlalu reaktif dan memikirkan diri sendiri, namun tidak memikirkan konteks lebih luas. Aturan pemberian meterai itu bukan cuma buat DKI saja, namun lebih kepada kepentingan nasional dan melindungi hak suara masyarakat," katanya.
Sebelumnya, dalam perubahan kedua atas PKPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan kepala daerah ditambahkan satu ayat yang menginginkan surat pernyataan dukungan terhadap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah ditambahkan meterai.
Dalam Pasal 14 ayat 8 disebutkan bahwa meterai dibubuhkan pada perseorangan, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan, atau meterai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.